Studi Bangsa Mesir

Photo by: Pixabay

MESIR

Mesir (Inggris: Egypt), berasal dari kata Yunani Aiguptos; Latin Aegyptus. Istilah ini mungkin sekali tulisan dari ahli Mesir, ucapan kasarnya Hakuptah seperti terlihat dalam tulisan paku dalam surat Amarna 1360 Sm. Hakuptah adalah salah satu nama Memfis, ibukota lama Mesir di tepi barat sungai Nil, sedikit di sebelah hulu Kairo (yang pada akhirnya menggantikannnya).[1]

Menurut sejarah Mesir terdiri dari lembah Nil yang sempit dan memanjang, mulai dari tempat pertama air jatuh di Aswan (bukan dari yang kedua dari sekarang) hingga ke daerah Memfis/Kairo, ditambah dengan daerah segitiga (dari situlah asalnya nama berikut) yang luas dan datar, bernama Delta, mulai dari Kairo sampai ke laut. Perbedaan kedua daerah ini sangat berpengaruh sekali atas bangsa Mesir, sejarahnya dan lembaga-lembaga hidupnya.

Pada zaman prasejarah, kerajaan-kerajaan Mesir Hulu dan Mesir Hilir bersatu dalam kekuasaan satu orang raja. Pada permulaan sejarah itu orang Mesir yang memegang garis keturunan, mempertahankan sifat kembar dari kerajaan itu dalam gelar yang dipakai oleh masing-masing firaun, yaitu Raja Mesir Hulu dan Hilir dan Tuan Mesir selalu condong kembali menggengam perbedaan alamnya yang kembar itu.

  

Topografi Mesir

Lembah Nil sudah dihuni selama kira-kira 6000 tahun. Selama berabad-abad sebelunmnya, sungai raksasa itu terus menerus membawa erosi dan lumpur dari hulunya, yang akhirnya bermuara di suatu teluk di laut, yang kemudian menjadi penuh terisi dengan tanah alluvium dan membentuk delta Nil. Sesudah perkembangan ini berhenti, dan sesudah banyak tanah alluvium diendapkan di lembah itu barulah para pemukim datang dan mulai membersihkan rawa-raw, mengolah tanah, membuat irigasi dan pengeringan atau pembuangan air.

Di sebelah barat lembah Nil terbentang gurun pasir Sahara, suatu gurun pasir yang datar, diselingi gundukan batu-batu besar dengan pasir yang dihembuskan oleh angina topan. Dan sejajar dengan lembah Nil terdapat sederet oase dengan air tawarnya, yaitu daerah-daerah lembah yang luas yang alami, di mana tanah dapat diolah dan permukiman dapat didirikan karena adanya air artesis. Dekat ke lembah Nil dan yang langsung berhubungan lembah itu melalui suatu jalur alami ialah daerah lembah Fayum, daerah danau Muris zaman kuno. Sejak dinasti XII dan seterusnya daerah ini berperan sebagai tanah belanga tempat pengungsian bila air meluap dan tempat penyimpanan air luapan sungai Nil. Di antara lembah Nil dan Laut Merah di sebelah timur berada gurun pasir Arab, suatu daerah pegunungan yang terpisah-pisah mengandung sedikit bahan mineral seperti emas, batu perhiasan, termasuk pualam putih, batu breki, dan batu diorti. Di seberang Teluk Suez terbentanglah jazirah Sinai yang bergunung-gunung.

Dengan demikian tanah Mesir terasing di tengah-tengah gurun-gurun pasir yang mengapitnya untuk mengembangkan kebudayaan sendiri. tetapi serentak dengan itu, jalan masuk dari timur melalui jazirah Sinai atau Laut Merah dan Wadi Hamamat, dan dari utara beserta selatan melalui sungai Nil, cukup langsung baginya untuk menerima pengaruh kebudayaan luar. 

 

Bangsa

Bukti-bukti paling tua mengenai kegiatan manusia di Mesir ialah alat-alat batu api bertarikh zaman palailotik (zaman batu kuno) yang ditemukan di dataran-dataran tangga sungai Nil. Tetapi orang Mesir asli yang pertama bermukim di daerah lembah Nil sebagai petani, ialah yang disebut orang Taso-Badari, kebudayaan prasejarah pertama. Agaknya mereka orang Afrika asli dengan dua tahapan budaya prasejarah berurutan, yang lazim disebut Naqada I dan II yang berakhir kira-kira tahun 3000 SM.

Namun tidak lama sebelum timbulnya Mesir secara mendadak dalam sejarah, dengan mendirikan kerajaan yang tahu menulis yang diperintah para firaun ada sedikit bukti tentang menyusupnya suatu bangsa baru dari luar Mesir. Ciri-ciri perawakan mereka berbeda dan terutama mereka bermukin di Mesir utara. Inilah yang disebut ras Giza atau ras dinasti, barangkali berasal dari Asia. Keunggulan mereka dari dan pembaruan mereka dengan bangsa prasejarah lebih kuno diduga telah meningkatkan dadakan perkembangan kebudayaan Mesir yang khas dan bersejarah itu.[2] Orang Mesir sekarang ialah keturunan langsung dari bangsa Mesir Kuno.

 

Bahasa

Asal mula bahasa Mesir kuno adalah percampuran beberapa bahasa asli dan menempuh perjalanan sejarah yang panjang. Biasanya disebut ‘Bahasa Semit-Ham’ dan pada dasarnya termasuk bahasa Ham yang pada suatu masa terdesak oleh bahasa Semit. Banyak kosakata bahasa Mesir serumpun langsung dengan bahasa Semit dan dalam susunan kalimat ada persamaannya. Alpanya bahan-bahan tulisan kuno menghambat perbandingan yang sesungguhnya dengan bahasa Ham.[3]

Dalam sejarah bahasa Mesir lima tahapan utama dapat dibedakan dalam sumber-sumber tulisan. Tahapan pertama ialah Mesir Kuno suatu bentuk purba yang dipakai selama dinasti I-VII dalam millennium 3 SM.

Tahapan kedua adalah Mesir pertengahan barangkali menjadi bahasa sehari-hari pada dinasti IX-XI dan dipakai secara umum di seluruh Mesir untuk catatab-catatan tulisan selama masa Kerajaan Pertengahan dan awal Kerajaan Baru dan tetap dipakai dalam naskah-naskah resmi dalam bentuk yang sedikit mengalami perubahan sampai pada zaman Yunani-Romawi. Inilah bahasa dari tubuh akbar sastra kuno Mesir,

Tahapan ketiga adalah Mesir Berikutnya dan merupakan bahasa umum pada zaman Kerajaan Baru dan sesudahnya tapi sudah menjadi bahasa umum dua abad sebelum zaman ini (1800-1600). Itu jugalah bahasa yang dipakai dalam sumber-sumber dan sastra Kerajaan Baru dan dalam naskah-nsakah resmi sejak dinasti XIX dan seterusnya. Bahasa Mesir Kuno Pertengahan dan Berikutnya ditulis dalam aksara hieroglif dan tulisan para imam.

Tahapan keempat Demotik yaitu bahasa rakyat jelata Mesir, dan ini sebenarnya adalah nama semacam tulisan. Nama inilah yang dikenakan kepada bentuk bahasa Mesir yang lebih berkembang dan banyak dipakai dalam catatan-catatan berasal dari abad 8 sampai zaman Romawi.

Tahapan kelima adalah bahasa Kopt yaitu bahasa umum di Mesir pada zaman Romawi-Bizantina. Bahasa kopt memiliki beberapa bentuk dialek dan dialihkan menjadi bahasa sastra oleh orang Kristen Mesir atau orang Kopt. Bahasa itu ditulis bukan dengan tulisan Mesir tapi dalam alifbata Kopt yang disusun dari alifbata Yunani ditambah dengan tujuh huruf tambahan yang diambil dari tulisan demotic kuno untuk mengisi bunyi-bunyi yang tidak ada dalam bahasa Yunani.

Bahasa Kopt tetap hidup sebagai bahasa tata ibadah dari Gereja Kopt terus sampai zaman sekarang ini; pemakaiannya sama dengan pemakaian bahasa latin di Gereja Roma Katolik. Di setiap waktu terdapat kata-kata Semit dalam bahasa Mesir Kuno dan bahasa Yunani dalam bahasa Kopt. 

 

Agama

Agama Mesir tidak pernah merupakan kesatuan yang tunggal seutuhnya. Senantiasa ada dewa-dewa setempat seantero negeri itu. Beberapa diantaranya adalah Petah, dewa pencipta Memfis; Tot dewa pengetahuan dan bulan di Hermopolis; Amun yang tersembunyi, dewa di Tebes yang mengungguli dewa perang Mentu di sana dan menjadi dewa Negara Mesir pada milinium 2; Hator dewi sukacita di Dendera, dan masih banyak lagi. Lalu ada lagi dewa-dewa alam semesta yang pertama dan paling utama yaitu Re atau Atum, dewa matahari dan putrinya Maet yang mempersonifikasikan Kebenaran, Keadilan, dan tata kosmis; dewa Nut dewa angkasa, dan Syu, Geb, dan Nu dewa-dewa udara, bumi dan air purba secara berurutan.

Yang paling dekat dengan agama nasional yang sesungguhnya ialah iabdah kepada Osiris dan kelompoknya.orang Mesir dapat menjabarkan dirinya dengan Oisiris yang hidup kembali dalam kerajaannya di alam baka.

Ibadah Mesir sama sekali berlainan dengan ibadah Ibrani secara khusus juga dengan ibadah Semit secara umum. Kuilnya tertutup dan terasing di dalam tanah pekarangan yang bertembok tinggi. Ibadah kepada dewa-dewa akbar memakai hanya satu bentuk iabdah umum yakni sang dewa diperlakukan seperti raja dunia.[4]



[1] Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid M-Z, hal. 64.

[2] W. B Emery, Saqarra and The Dynastic Race, 1952

[3] Egypt Grammar, ps.3 dan G. Lefe bvre, Chronique d’Egypte, 11, No.22, 1936, hlm 266-292.

[4] Bulletin of the John Rylands Library, 37, 1954, hlm. 165-203.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Studi Bangsa Mesir"

Posting Komentar