KAJIAN BIBLIKA MENGENAI TEOLOGI “REMNANT” (Yesaya 10:20-23)


Photo by: Pixabay 

KAJIAN BIBLIKA MENGENAI TEOLOGI “REMNANT”

PENDAHULUAN

I.            Latar Belakang

Dalam studi terhadap teologi Perjanjian Lama sudah tidak dapat disangkal kembali, pasti akan selalu berhadapan dengan beberapa permasalahan atau isu-isu teologi yang menuntut penyelesaiannya. Apabila ditelusuri, setiap permasalahan yang muncul tersebut, sebenarnya hasil dari beragamnya penafsiran yang berbeda dari para teolog mengenai teks-teks dalam Perjanjian Lama. Sebagai contoh permasalahan teologis yang masih menjadi perdebatan hingga kini adalah tentang “Teologi Remnant”. Teks Yesaya 10:20-23 adalah dasar atau acuan dalam pembahasan mengenai “Teologi Remnant” yang sering dipakai oleh para teolog dalam menyimpulkan pandangannya mengenai permasalahan yang terkait. Bagi para teolog, teks ini dipahami mengandung nubuatan yang memberikan fakta signifikan di masa mendatang bahwa akan ada “sisa orang Israel dan orang yang terluput di antara kaum keturunan Yakub”. Belum ada consensus hingga sekarang dari para ahli teolog Perjanjian Lama dalam membahas siapakah yang dimaksudkan dari istilah “sisa orang Israel”.

Ragam tafsir terhadap teks Yesaya 10:20-23 tersebut yang memunculkan persoalan teologis mengenai identitas “sisa orang Israel” yang tidak kunjung terselesaikan hingga sekarang. Apakah “sisa orang Israel” tersebut sedang menunjuk kepada sisa Israel yang kembali dari penawanan Babel? Atau, apakah kaum sisa itu masih ada hubungannya dengan Mesias dalam Perjanjian Baru? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang dapat timbul dari pokok persoalan teologis ini. Tetapi dalam makalah ini, penulis membatasi pembahasan hanya pada siapa yang dimaksud “sisa orang Israel” dan teologi apa yang dapat diambil dari teks Yesaya 10:20-23 ini.

 

II.            Tujuan Penulisan

Secara khusus makalah ini difokuskan untuk menjawab pada dua pertanyaan besar yang sering menjadi perdebatan dewasa ini, yakni sebagai berikut:

Pertama, untuk menjelaskan siapakah yang dimaksudkan dengan “sisa orang Israel” dalam teks Yesaya 10:20-23

Kedua, teologi-teologi yang dapat diambil dari pembahasan teks Yesaya 10:20-23.

  

PEMBAHASAN

Pengertian “Teologi Remnant” Secara Umum

Istilah “Teologi Remnant” terbentuk dari gabungan dua kata yang sudah tidak asing lagi dalam ranah teologi. Kata “Teologi” berasal dari akar kata bahasa Yunani yakni, “theos” yang artinya Allah dan “logos” yang artinya perkataan, pernyataan, dan ilmu.[1] Sehingga secara sederhana kata “Teologi” memiliki pengertian “perkataan-perkataan tentang Allah”. Sedangkan kata “Remnant” dalam terjemahan bahasa Inggris menujukkan kepada arti “sisa”. Dengan demikian, jika kedua kata ini dipadankan, maka terbentuklah istilah “Teologi Remnant” yang berarti “perkataan atau pembelajaran tentang kaum sisa”. Dalam kamus Meriam-Webster memberikan penekanan signifikan mengeani “Remnant”, yaitu sebagai sebuah kelompok kecil yang masih hidup.[2] Pernyataan tersebut sesuai dengan konsep “sisa” sesuai dengan konteks dalam Yesaya 10:20-23, yakni di mana kelompok kecil dari orang ini masih bertahan terhadap suatu hal.

Terhadap asa mula konsep ini pun masih menjadi bahan diskusi hingga sekarang. Terdapat kemungkinan bahwa konsep ini muncul dalam konteks eskatologi yang berasal dari mitologi Babilonia. Pandangan lain meyatakan bahwa konspo tersebut muncul dari lingkup sipil atau politik yang berada dalam kebijakan-kebijakan Asyur, hal ini nampak dalam prasasti mengenai keberhasilan militer mereka.[3]

 

Pandangan Para Tokoh Mengenai “Teologi Remnant”

Para Teolog Biblika Perjanjian Lama yang telah mendalami Kitab Yesaya secara mayor mendukung pandangan bahwa kaum sisa sedang menunjuk kepada orang-orang Yahusi yang akan kembali dari pembuangan di Babel. Pernyataan ini sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh Andrew Knowles yang meyakini bahwa kelompok sisa yang dimaksudkan adalah kelompok kecil yang kembali dari pembuangan dan kembali kepada Yahweh.[4] Beberapa teolog lain yang fokus dalam penafsiran teks-teks Alkitab Perjanjian Lama dan yang menyebut dirinya sebagai kelompok Believer’s Study Bible juga memberikan argumennya bahwa teks Yesaya 10:20-23 ini secara khusus menuliskan nubuatan tentang jatuhnya kejayaan Asyur yang kemudian digenapi pada tahun 612 SM. Secara khusus kelompok ini memahami bahwa “sisa orang Israel” merupakan umat Allah yang kembali ke tanah pusakanya. Selanjutnya umat Allah hanya akan menyembah kepada Yahweh dan tidak lagi melakukan penyembahan kepada ilah-ilah lain.[5] Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan siapakah yang dimaksud dari kaum sisa itu, tetapi dapat disimpulkan bahwa kelompok ini mendukung pandangan yang dimaksudkan “sisa orang Israel” adalah  kaum keturunan Yakub yang kembali ke tanah pusakanya.

Salah satu ekspositori Biblika Perjanjian Lama yang bernama Edward Young juga tidak ketinggalan dalam memberikan kesimpulan mengenai permasalahan “Teologi Remnant” ini. Young begitu menyoroti kesejarahan yang akan terjadi di masa mendatang di antara Asyur dengan Yehuda. Pendapat Young, kejayaan Asyur yang begitu besar itu akan mengalami akhir yang tragis oleh karena hukuman Allah dan  dalam pembahasan masalah teologi ini, sebenarnya Young lebih memberikan penekanan kepada apa yang akan dilakukan oleh “sisa orang Israel”  ini – daripada menyoroti siapakan sejatinya yang dimaksud kaum sisa itu. Young memahami bahwa kaum sisa ini menunjuk umat Allah yang akan beralih kepada Yahweh satu-satunya tempat yang aman untuk bersandar sebagai Allah yang kudus bagi Israel.[6]

Sedangkan Warren Wiersbe melakukan usaha lebih jauh melihat hubungan anatara “sisa orang Israel” ini dengan keberadaan Mesias. Ia berkomentar bahwa ketika Asyur menklukan Kerajaan Utara, bangsa ini tidak pernah mengalami pemulihan, tetapi menjadi apa yang kita kenal sebagai Samaria. Setelah penawanan Babilonia (606-586 SM), orang-orang Yahuda menerima kesempatan kembali untuk membangun negrinya.[7] Secara tidak langsung Wiersbe sangat mendukung bahwa “sisa orang Israel” dalam konteks ini sedang menunjuk pada orang-orang Yahudi yang kembali dari pembuangan di Babel dan melalui merekalah Mesias dilahirkan ke dunia. Dalam penelitian lebih lanjut dengan merujuk kepada Kitab Hagai, maka “Sang cincin meterai” itu benar-benar berasal dari mereka yang kembali dari pembuangan Babel.

Menurut penafsiran Walvoord dan Zuck yang telah melihat lebih jauh konsep remnant dalam Surat Roma 9 menyatakan bahwa janji-janji itu digenapi dalam Pembuangan dan Pengasingan Israel dan Yehuda, serta peristiwa kehancuran Yerusalem pada tahun 70 M.[8] Walvoord dan Zuck juga menafsirkan bahwa “sisa orang Israel” ini akan digenapi oleh Israel secara nasional pada pembebasan akhir zaman (Rm. 11:26-27). Prinsip tersebut juga berlaku bagi orang-orang Yahudi yang menjadi anggota gereja – kemudian Paulus menyebut hal ini sebagai “sisa orang yang dipilih oleh kasih karunia” (Rm. 11:5).[9]

Selanjutnya “sisa orang Israel” dalam kacamata Widyapranawa, adalah sebagai berikut:

“Siapakah “sisa” itu? Mereka yang sudah melihat dan mengalami tindakan Allah di dalam sejarah, yang sudah mengalami akibat yang pahit karena kebodohan mereka sendiri, yaitu bersandar kepada duniawi, bukan pada Allah yang Mahakudus. Sisa itu ialah orang-orang yang terluput dari keturunan Yakub dan kembali kepada pertobatan kepada Allah”.[10]

Kemudian Widyapranawa menjelaskan lebbih lanjut, bahwa Tuhan yang dimaksudkan dalam teks Yesaya disebut “Allah yang perkasa”, yang perkasa dalam peperangan dan menyatakan kuat kuasa-Nya melalui malaikat Tuhan yang membinasakan tentara Aysur dan melepaskan Yerusalem dari pengepungan (701 SM). Sebutan tersebut sesuai juga yang diberikan kepada Sang Putera (Mesias) yang dinubuatkan (bnd. 9:5).[11] Penjelasan yang diberikan Widyapranawa ini, secara teologis menunjuk kepada Raja Damai yang akan datang: Raja Mesias yang disebut sebagai Raja Damai.

 

Istilah “Teologi Remnant” Dalam Perjanjian Lama

Studi mengenai kata “Remnant” dalam Alkitab Perjanjian Lama memiliki cakupan yang luas. Berikut ini beberapa contoh penggunaan kata“Remnant” dalam Perjanjian Lama yang diterjemahkan dari bahasa Ibraninya שְׁאָר “shear”, adalah sebagai berikut:

Pertama, konsep ini paling sering digunakan untuk menujuk kepada Israel atau pun Yehuda (Yos. 12:4; 2 Sam. 21:2; Yes 14:30; 17:3; Am. 1:8; 9:12; Zak. 9:7).

Kedua, dalam kondisi tertentu, kata ini juga menunjuk kepada manusia secara keseluruhan dalam Perjanjian Lama (lih. Zak. 14:16).

Ketiga. dalam penyelidikan lebih lanjut lagi, ternyata kata ini juga dapat menunjuk kepada semua mahkluk hidup (bnd. Kej. 7:1-5).

Keempat, dalam Perjanjian Lama penggunaan kata ini, seringkali dikonotasikan secara negatif, seperti: malapetaka besar yang akan dialami oleh umat, sehingga hanya sisa yang akan bertahan atau justru tidak aka nada yang dapat bertahan sama sekali (2 Raj. 21:13-15; Yes 17:4-6; Yer. 8:3; Yeh. 15:1-8; Am. 3:12; 5:3; 9:1-4).

Kelima, dalam kasus yang lain juga, kata ini juga dapat memberikan pengertian yang positif. Dalam kasus positif, kata ini dapat berarti sekelompok umat yang terlepas dari kehebatan malapetaka, sisa-sisa yang dapat bertahan menjadi dasar bagi kehidupan masyarakat yang baru dan yang akan diperbaharui (Kej 8:15-19; 45:7; 1 Raj 19:18; Yes 1:25-26; 28:5-6; Yer 23:3-4; Yo. 2:32; Ob. 17; Mik. 2:12; 4:6-7).

Dalam Perjanjian Lama, terjadinya sebuah malapetaka dapat dipahami sebagai keputusan Allah untuk memberikan penghakiman bagi umat-Nya. Sebab itu, kelangsungan hidup dari sisa-sisa yang menjaga kehidupan yang layak tentu saja menunjuk kepada tindakan anugrah Allah (Yer. 23:3-4; 31:7-9; Am. 5: 14-15; 4: 6-7). Sementara beberapa bagian menunjukkan bahwa kaum sisa tersebut dapat bertahan dari kenyataan bahwa semua orang layak dihancurkan (Yer. 5; Mik. 7:18-20).  Perjanjian Lama juga mengakui bahwa penghukuman menjadi alat pemurnian dan pembersihan bagi umat Allah (Ezr. 9:13-14; Yes 1:25-26; 4:2-4; 10:20). Sehingga kaum sisa yang selamat tersebut menjadi gambaran sebagai orang-orang yang benar dan setia (1 Raj. 19:18; Zef 2:3; 3: 12-13). Kemudian orang-orang yang tersisa itu dipanggil untuk hidup dalam kebenaran firman-Nya sebagai teladan dan menjadi umat Allah.  Jadi, Perjanjian Lama mengakui bahwa pengangkat dan penyelamatan sisa-sisa, yang memungkinkan kelanjutan kehidupan masyarakat dapat dipahami sebagai kegiatan menyelamatkan diri (Kej. 45:7; Ezr. 9:7-9; Yes 1:9).

Keenam, nabi Yesaya memberi pemahaman yang sedikit berebeda mengenai “remnant” yaitu menunjuk kepada sisa yang akan memiliki harapan restorasi. Adanya penghakiman ilahi akan bertindak sebagai pembersihan yang akan memisahkan sampah yang tidak murni.[12] Dalam hal ini, Perjanjian Lama bukan hanya menunjukkan arti kekinian saja tentang “remnant” ini. Beberapa teks telah menunjukkan “remnant” menggambarkan kepada masa depan, dengan sisa-sisa tetap menjadi penerima tindakan keselamatan baru dan lebih besar (Yes. 11:10-16; 28:5-6; Yer. 23:3; 31:7-9; Mi. 2:12-13; 4:6-7; 5:7-8; 7:18-20; Zef. 2:7, 9). Meskipun paling sering dihubungkan dengan nabi-nabi yang terakhir, tetapi konsep tersebut juga muncul dalam beberapa bagian naratif juga.

 

Istilah “Teologi Remnant” Dalam Perjanjian Baru

Kata sisa dalam Perjanjian Baru merupakan bentuk terjamahan dari bahasa Yunani yaitu λεῖμμα “leimma” . Dalam Perjanjian Baru referensi yang paling jelas dalam membahas tentang “remnant” dapat ditemukan dalam Surat Roma 9 – 11.[13]  Teologi Paulus kepada orang Yahudi tersebut dibuktikan dengan kutipannya dari teks-teks Perjanjian Lama, seperti yang terdapat dalam Yesaya 10:20-23; 1:9 dan 1 Raja-raja 19:18. Ketika Paulus berjuang dengan fakta bahwa kebanyakan orang Yahudi lainnya belum menerima Injil yang telah disampaikannya, dia menyatakan bahwa “tidak semua orang yang berasal dari Israel adalah orang Israel” (Rm. 9:6b), kemudian “bukan anak-anak menurut daging yang adalah anak-anak Allah, tetapi anak-anak perjanjian diperhitungkan sebagai keturunan yang benar” (Rm. 9:8).

Orang-orang Yahudi yang telah menerima Injil merupakan orang-orang yang tertinggal. Orang-orang Yahudi dan orang-orang kafir yang percaya telah dipilih, bukan karena kemauan atau usaha mereka sendiri, namun dengan kedaulatan dan anugerah ilahi, demikian halnya nenek moyang Israel yang menerima janji Allah (Rm. 9:6-33). Tetapi, ini bukan berarti Israel telah kehilangan warisannya (Rm. 9:4-5), atau Allah menolaknya (Rm. 11:1-2a). Justru, mereka yang telah dikecualikan untuk beberapa waktu pada akhirnya akan disertakan juga (Rm. 11:11-32). Dengan demikian, keberadaan kaum sisa dalam Surat Roma adalah fenomena sementara, untuk digantikan saat pekerjaan ketika pekerjaan Tuhan selesai. Dalam Perjajian Baru konsep “remnant” masih dalam kerangka pada orang-orang Israel yang akan memasuki Kerajaan Seribu tahun dengan Mesias.[14]

Sedangkan dalam Kitab Wahyu menggambarkan kondisi di gereja-gereja yang dengannya hal itu dibahas dalam istilah yang kadang-kadang mencerminkan konsep sisa (Why. 2:24; 3:4). Gambaran penggelapannya untuk menemani akhir zaman melibatkan sisa yang akan bertahan (Why. 11:13; 12:17). Dalam Kitab Wahyu, kelompok sisa yang menang pada dasarnya mereka yagng tetap beriman hingga akhir serta mematuhi perintah-perintah Allah dan memiliki kesaksian akan Kristus (Why. 12:17; 14:12; 19:10).[15]

 

Istilah “Teologi Remnant” Menurut Pandagan Gereja

Dalam pembahasan mengenai “Teologi Remnant” beberapa gereja juga memberikan argumennya, sebagai berikut:

Pertama, Gereja Anglikan. “Teologi Remnant” menurut Gereja Inggris Anglikan yang dipengaruhi dari Martin Thornton (1915-1986), memandang paroki gereja terdiri dari tiga tingkatan anggota yang berbeda. Thornton menyatakan kelompok terkecil sebagai “sisa”, menyamakannya dengan sisa yang dibahas dalam Kitab Yesaya. Mereka merupakan orang-orang biasa yang memiliki pengabdian yang luar biasa, lebih baik daripada yang mempunyai pengetahuan secara rohani, yang sangat penting bagi pendeta paroki untuk mengidentifikasi dan memelihara melalui arahan spiritual, karena mereka adalah jantung paroki yang dapat diandalkan. Mereka benar-benar menghayati kekristenan mereka dan membentuk inti bukan hanya dari paroki tetapi dari “Militan Gereja” yang universal.

Kedua, Gereja Katolik Roma. Gagasan Perjanjian Lama tentang “sisa” adalah salah satu dari tiga gambar yang digunakan Karl Rahner untuk mengatur paroki ke dalam visinya yang lebih besar tentang gereja dalam esainya tahun 1956 “Teologi Paroki”  dan bukunya tahun 1961, The Episcopate and the Primacy, ikut menulis bersama Kardinal Joseph Ratzinger (kemudian Paus Benediktus XVI ). Yang penting bagi Rahner dalam konsep “sisa” adalah gagasan bahwa keseluruhan – Gereja universal – dapat hadir di bagian – paroki: Gereja secara keseluruhan, ketika menjadi “Peristiwa” dalam arti penuh, juga harus merupakan Gereja lokal, seluruh Gereja menjadi nyata di Gereja lokal.[16]

Ketiga, Gereja Advent. Dalam teologi Advent Hari Ketujuh, akan ada sisa waktu akhir dari orang-orang percaya yang setia kepada Allah. Gereja yang sisa adalah tubuh yang kelihatan, historis, dan terorganisasi yang ditandai oleh kepatuhan pada perintah-perintah Allah dan memiliki proklamasi Injil akhir zaman yang unik. Orang Advent secara tradisional menyamakan “gereja sisa” ini dengan denominasi Advent Hari Ketujuh.

Konsep yang berbeda tetapi terkait adalah remnant eskatologis, yang akan bermanifestasi sesaat sebelum kedatangan Yesus yang kedua. “Sisa gereja” dipahami bertindak sebagai katalis untuk pembentukan kelompok ini. Remnant eskatologis akan terdiri dari beberapa (tetapi tidak semua) konstituen dari “gereja sisa” saat ini, bersama dengan sekelompok orang percaya dari gereja-gereja lain (yaitu, non-Advent). Hanya kelompok sisa eskatologis yang akan diselamatkan sampai akhir jaman. Doktrin Advent tentang sisa zaman akhir didasarkan terutama pada Wahyu 12:17.[17]

 

Kajian Biblika Terhadap “Teologi Remnant”

Seperti yang dinyatakan dalam halaman sebelumnya, bahwa dalam studi mengenai “Teologi Remnant” teks yang menjadi dasar pembahasan adalah Yesaya 10:20-23. Dengan demikian, dalam memberikan kajian biblika terhadap “Teologi Remnant” maka penulis akan melakukan penelitian terhadap teks Yesaya 10:20-23.

 

Penafsiran Teks Yesaya 10:20-23

Ayat 20. Pada teks ini dimulai dengan sebuah kata Ibrani  וְהָיָ֣ה yang menyatakan formulasi nubuatan dalam Perjanjian Lama. Perlu dipahami, apabila kata kerja dengan awalan Waw Konsekutif yang berarti ada, menjadi, terjadi, harus dilakukan. Dalam kamus WSOTDICT, kata ini telah dikuti dalam Perjanjian Lama sebanyak lebih dari 3.500 kali.[18]

Kemudian kata selanjutnya yang ditulis oleh sang nabi adalah kata  בַּיּ֣וֹם “yom”. Secara sederhana, kata “yom” dapat diterjamahkan sebagai hari atau siang. Dalam penggunaannya, kata ini mempunyai varian terjemahan yang beraneka ragam. Orang-orang Ibrani biasanya menggunakan kata ini untuk menunjuk kepada rentang waktu yang umum seperti yang diterjemahkan dengan “pada suatu hari” dalam Kejadian 26:8 dan juga Bilangan 20:15. Apabila kata ini digunakan dalam kitab nubuatan para nabi, seringkali memiliki arti yang konotasi dan mewarnai pemaknaannya. Seringkali para nabi menggunakannya untuk menyatakan dalam nubuatannya untuk periode masa depan dari peristiwa-peristiwa penting seperti “hari Tuhan” (Yer. 46:10; Zak. 14:1). Penggunaan frasa “Hari itu” juga menunjukkan suatu masa yang sama artinya dengan “Hari Tuhan” (Yes. 19:23; Zak. 14:20, 21).

Dengan demikian, dalam konteks Yesaya 10:20 ini, penggunaan kata hari bukan hanya terbatas kepada satu hari tertentu. Tetapi kata hari dalam konteks ini juga menunjukkan sebuah konotasi mengenai suatu masa yang tidak berdasarkan kuantitas, tetapi berdasarkan kualitas di mana masa tersebut menunjuk pada suatu momen penting.

Selanjutnya kata  לֹֽא־יוֹסִ֙יף dari akar kata יוֹסִ֙יף secara literal dapat diterjamahkan “tidak bersandar”. Kata ini memiliki pengertian untuk meningkatkan, melanjutkan, atau terus dilakukan. Jadi, kata ini untuk menunjuk pada suatu kegiatan yang dilakukan terus-menerus, berulang kali, atau melakukan sesuatu setelah satu periode.

Kata יוֹסִ֙יף dalam bentuk feminimnya kata ini berarti pembebasan. Penggunaanya dalam Perjanjian Lama dapat dilihat dalam Kejadian 32:8; 45:7; Keluaran 10:5; Hakim-hakim 21:17; 2 Samuel 15:14. Sementara dalam konteks Yesaya 10:20, kata ini dipakai untuk menunjukkan kepada sisa yang terbebas dari sesuatu hal.

Kata  עַל־מַכֵּ֑הוּ dari akar kata מַכֵּ֑הוּ kata benda feminim ini dapat diartikan sebagai pukulan. Jika diartikan secara literal kata ini menunjuk pada sebuah senjata untuk memberikan pukulan tersebut. Tetapi dalam penggunaan secara kiasan, kata ini juga dapat diterjemahkan “yang mengalahkannya”. Mengenai ayat 20 ini, John Peter Lange, Philip Schaff, dan Carl Wilhelm Eduard Nagelsbach menyampaikan bahwa mungkin nabi Yesaya tidak berpikir bahwa ia telah menggunakan ungkapan “sisa Israel” tanpa arti khusus, tetapi kemudian sang nabi mengulanginya kembali dalam ayat 21, dengan sebuah penekanan yang lebih besar, dan pada saat yang sama mendefinisikannya lebih tepat.[19]

Ayat 21. Dalam bagian ini penulis hanya akan melihat kata Allah dalam bentuk konstruk pada ayat ini  אֵ֖ל. kata ini merupakan kata benda maskulin yang berarti Tuhan, dewa, atau seorang pahlawan yang kuat. Kemunculan kata ini sering ditemukan dalam Kitab Kejadian, Ayub, Mazmur, dan Yesaya. Arti akar katanya dapat diterjemahkan dengan “perkasa” (Ay. 41:25; Mik. 2:1). Sedangkan dalam konteks Yesaya 10:21 ini, menunjuk kepada Allah Israel dengan segala keperkasaan-Nya. Kata “perkasa” גִּבּֽוֹר  dapat diartikan sebagai perkasa atau kuat. Penggabungan dengan kata “el-ghibbor” sering diterjemahkan sebagai Allah yang Perkasa (bnd. Yer. 32:18). Keil dan Delitzch menjelaskan bahwa kata “ghibbor” menunjuk kepada Allah yang secara historis diwujudkan dalam pewaris Daud (Yes. 9:6). Sementara Hosea 3:5 menggunakan kata ini dengan berdampingan dengan Yahweh dan Daud yang kedua.[20]

Sedangkan menurut argumen yang diberikan oleh Young bahwa ayat inilah yang menyatakan kebenaran yang diajarkan atas nama anak Yesaya, Shear-Yashub. Keselamatan itu sendiri telah dijanjikan, dari benih wanita yang meremukkan kepala ular.[21] Dengan demikian pasti ada yang tersisa yang akan meremukkan kepala ular tersebut. Keturunan Yakub sisa itu akan kembali sebagai uamt Allah yang akan bersandar kepada Allah Perkasa sendiri bukan kepada bangsa Asyur.

Ayat 22. Kata  עַמְּךָ֤ini merupakan kata benda maskulin yang berarti orang, bangsa, atau pun warga Negara. Dalam Perjanjian Lama kata ini dikutip kurang lebih sebanyak 1.900 kali untuk menunjukkan sekelompok orang (cth. Kej. 11:1, 6; Yeh. 3:5). Dalam konteks jamak, jelas kata ini menunjuk pada banyak orang atau suatu bangsa. Maka, dalam ayat 22, kata ini dengan tepat diterjemahkan sebagai bangsa. Tetapi perlu diperhatikan bahwa bangsa yang dimaksud dalam konteks ini masih bersifat sebagai sekelompok orang yang lepas dari pembuangan.

Selanjutnya penggunaan kata  הַיָּ֔םini merupakan kata kerja maskulin yang berarti laut. Dalam Perjanjian Lama kata ini sering dipakai dalam frasa geografis “dari laut ke laut” (Am. 8:12). Sebab sering dikaitkan dengan laut Tengah dan Laut Besar, pada akhirnya kata ini secara idiom berarti “barat” (Kej. 13:14); dari barat berarti sisi barat (Yos. 8:9). Dengan akhiran “ah”, kata ini memiliki arti kea rah barat (Bil. 3:23).

Kata  חָר֖וּץmerupakan kata kerja yang memiliki pengertian membersihkan, menaklukan, menyembur, menenggelamkan, meluap, membanjiri, membilas, berlari. Yesaya memakai kata ini untuk menunjukkan penghakiman ilahi (Yes. 8:8; 28:2, 15, 17, 18). Lebih spesifik lagi dalam Yesaya 10:22 kata ini dipakai untuk menunjukkan pada kehancuran total. Dalam terjemahan LAI ITB kata ini diterjemahkan sebagai kebinasaan. Dalam kaitannya dengan kaum sisa, berarti hanya merekalah yang merupakan bagian yang luput dari penghakiman ilahi. Jon Courson, menyatakan bahwa orang-orang Yahudi yang tersebar di seluruh dunia akan kembali ke Israel secara massal.[22]

Kata  צְדָקָֽהini merupakan kata benda feminim yang berarti “kebenaran, integritas, atau perilaku tidak bersalah”. Kata benda ini seringkali menjelaskan mengenai keadilan, tindakan benar, sesuai dengan yang diharapkan oleh Tuhan. Jadi, arti kata paling tepat dalam konteks ini adalah “keadilan”. Terjadinya kebinasaan itu Allah kerjakan karena dasar keadilan-Nya, oleh karena Ia adil, maka dosa yang tidak kunjung diselesaikan pastilah berakibat pada penghukuman. Ketika Allah hadir sebagai hakim yang adil, maka tidak ada lagi tempat bagi tindakan ketidakadilan. Jamieson dan Fausset berpendapat bahwa bahwa dampak pada “sisa” (kontras dengan Asiria dalam Yes. 10:19); yaitu orang-orang yang akan ditinggalkan setelah invansi Sanherib, akan kembali dari ketergantungan pada Negara-negara penyembah berhala eksternal, seperti Asyur dan Mesir (2 Raj. 18:21; 16:7-9).[23] Akan tetapi, keturunan Yakub itu akan segera kembali menyembah Allah dalam zaman teokrasi. Hal ini sebagian digenapi pada hari-hari Hizkia yang saleh. Menurut pendapat Fleming Asyur hanyalah alat yang Tuhan pakai untuk melakukan kehendak-Nya, tetapi ketika alat itu mencoba untu membuat dirinya sendiri lebih besar daripada orang yang menggunakannya, maka alat itu pun harus dihancurkan.[24] Dan akhirnya Asyur menjadi bangsa yang dipermalukan oleh Allah.

Ayat 23. Kata  כָלָ֖הini adalah kata kerja dengan terjemahan, “menghancurkan, mengakhiri, dan sampai habis”.[25] Penggunaan dalam konteks Yesaya 10:23 memiliki pengertian kepada akhir dari penghakiman atau pembinasaan. Tetapi belum dapat dipastikan apakah kebinasaan yang dimaksudkan kepada pembuangan akhir dan pertobatan dari kaum sisa keturunan yakub itu. Tetapi satu hal yang dapat ditarik adalah pada hari itu, kebinasaan akan terjadi bagi orang-orang yang tidak takut akan Tuhan serta kehidupan yang hanya mencari kesenangan sendiri. Menurut pendapat Briley, Tuhan adalah sumber sesungguhnya dari kehancuran yang kemudian akan menghasilkan pembentukan sisa yang taat di ayat 23 ini.[26] Yesaya memberikan gambaran masa depan di mana orang-orang yang tersisa tidak akan lagi Allah. Tetapi perlakuan kejam terhadap Yehuda oleh bangsa Asyur, serta kejatuhan bangsa Asyur berikutnya, akan mengungkapkan usaha Ahas yang salah untuk mencari perlindungan terhadap Asyur. Tujuan Asyur menyerang Israel adalah untuk menghancurkannya, tetapi jangan lupakan juga bahwa Allah akan mengadakan pemulihan.

PENUTUP

Berkaitan dengan identitas “sisa orang Israel” yang dimaksudkan dalam Yesaya 10:20-23 ini memiliki penggenapan ganda. Dalam konteks dekatnya, penggenapan yang dimaksudkan menunjuk kepada sisa orang Israel yang terluput dari penghancuran Asyur dan akhirnya bersatu dengan Kerajaan Selatan. Oleh karena kaum sisa inilah, maka jumlah suku di Israel tetap terjaga 12 suku. Andaikata tidak ada kelompok sisa itu, maka Israel hanya memiliki 2 suku saja yang masih bertahan, yaitu Yehuda dan Benyamin.

Sedangkan dalam konteks jauhnya penggenapan yang dimaksudkan adalah kaum sisa itu sedang menunjuk kepada masa eskatologis, di mana pada suatu masa nanti Tuhan akan benar-benar mengumpulkan Israel kembali sebagai satu bangsa yang utuh. Ciri khas yang dimiliki oleh sisa orang Israel ini adalah adanya kesetiaan yang mutlak kepada Tuhan dan pada masa itu juga akan terjadi pemerintahan yang damai yang dipimpin oleh Yesus Kristus sendiri, sebagai raja yang adil dan bijaksana. Kemungkinan besar masa yang dimaksud adalah menunjuk kepada masa seribu tahun damai (Why. 20:1-6). Sisa orang Israel tersebut akan menyatakan imannya untuk percaya kepada Yesus Kristus sebagai Mesias.

Kesimpulan teologi yang dapat ditarik dari Teologi Remnant dan implikasinya bagi sekarang adalah sebagai berikut:

Pertama, Allah setia dalam janji-Nya. Teologi ini dengan jelas nampak dalam kehidupan “sisa orang Israel” ini. Nubuatan bahwa “sisa orang Israel” akan kembali, telah digenapi. Karena jika seandainya Allah memusnahkan semua orang Israel, maka Allah telah menyalahi dengan janji yang telah diucapkan-Nya sendiri. keberadaan “sisa orang Israel” terjadi oleh karena Allah setia terhadap janji-Nya itu.

Kedua, Teologi providensia dan omnipotent Allah terliha jelas dalam teks ini. Allah dengan kuasa-Nya sendirilah yang menyelamatkan “sisa orang Israel” dari kekejaman Asyur.

Ketiga, keselamatan memiliki sifat pribadi, bukan kolektif. Dengan jelas teks berkata bahwa tidak semua orang Israel akan terluput. Bahkan, sebagian besar orang Israel akan mengalami kebinasaan.

Keempat, pertobatan secara penuh. Kelompok sisa itu telah bertobat dari dosa yang selama ini mengikatnya. Tanpa pertobatan, tidak mungkin disebut sebagai anggota “sisa orang Israel”.

Kelima, pemerintahan Allah yang adil dan damai. Kelompok sisa itu sangat mengharapkan akan pemerintahan yang adil dari Allah. Allah sendiri berjanji bahwa pemerintahan akan “sisa orang Israel” berisi dengan keadilan dari Allah. Pada akhirnya pemerintahan yang bersifat adil ini akan terjadi pada masa seribu tahun damai.

 

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Believer’s Study Bible, c 1991 Criswell Center for Biblical Studies., electronic ed. (Nashville: Thomas Nelson, 1997, c1995.

Briley, Terry R. Isaiah, The College Press NIV commentary. Joplin, MO: College Press Publishing., 2000-c2004.

Bromiley, Geoffrey W., The International Standard Bible Encyclopedia, Revised. Wm. B. Eerdmans, 1988; 2002.

Courson, Jon, Jon Courson's Application Commentary: Volume Two: Psalms-Malachi. Nashville, TN: Thomas Nelson, 2006.

Fleming, Donald C. Concise Bible Commentary, Also Published Under Title: The AMG Concise Bible Commentary. Chattanooga, Tenn.: AMG Publishers, 1994, c1988.

Freedman, David Noel. The Anchor Yale Bible Dictionary. New York: Doubleday, 1996,
c1992.

Gray, George Buchanan A Critical and Exegetical Commentary on the Book of Isaiah, IXXXIX, Series Title in Part Also at Head of T.-P.; Commentary on Chapters I-XXVII Only; the Commentary on Chapters XXVIII-XXXIX Which Had Been Assigned to G. B. Gray and on Chapters XL-LXVI Which Had Been Assigned to A. S. Peake Was Not Completed. New York: C. Scribner's Sons, 1912.

Inc Merriam-Webster, Merriam-Webster's Collegiate Dictionary., Includes Index., Eleventh ed. Springfield, Mass.: Merriam-Webster, Inc., 2003.

Jamieson,  Robert A. R. Fausset, A. R. Fausset et al., A Commentary, Critical and Explanatory, on the Old and New Testaments, On Spine: Critical and Explanatory Commentary. Oak Harbor, WA: Logos Research Systems, Inc., 1997.

Keil, Carl Friedrich and Franz Delitzsch, Commentary on the Old Testament. Peabody, MA: Hendrickson, 2002.

Knowles, Andrew. The Bible Guide, Include Index., 1st Augsburg books ed. Minneapolis, MN: Augsburg, 2001.

Lange, John Peter Philip Schaff, Carl Wilhelm Eduard Nägelsbach et al., A Commentary on the Holy Scriptures: Isaiah. Bellingham, WA: Logos Research Systems, Inc., 2008.

Pfeiffer, Charles F. Howard Frederic Vos and John Rea, The Wycliffe Bible Encyclopedia. Moody Press, 1975; 2005.

Ryken, Leland, Jim Wilhoit, Tremper Longman et al., Dictionary of Biblical Imagery. Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 2000, c1998.

Ryrie,  Charles C. Teologi Dasar 1. Yogyakarta: Andi Offset, 1991.

Walvoord, John F., Roy B. Zuck and Dallas Theologiical Seminary, The Bible Knowledge Commentary: An Exposition of the Scriptures. Wheaton, IL: Victor Books, 1983-c 1985.

Warren, Baker, The Complete Word Study Dictionary : Old Testament. Chattanooga, TN: AMG Publishers, 2003, c2002.

Widyapranawa, Tafsiran Alkitab: Kitab Yesaya Pasal 1 – 39, Cetakan Pertama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.

Wiersbe, Warren W. Be Comforted, An Old Testament Study. Wheaton, III: Victor Books, 1996, c1992.

Young, Edward The Book of Isaiah: Volume I, Chapter 1-18. Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1965.

  

INTERNET

Wikipedia, diambil dari https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/Remnant_(Bible)&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp. Tanggal: 27 November 2019. Jam: 21.45 WIB.

Wikipedia, diambil dari https://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Remnant_(Adventist)&xid=17259,15700021,15700186,15700191,15700256,15700259,15700262,15700265,15700271,15700283&usg=ALkJrhiGGL1sRrWqlkvQTP1GyHIatraTVA. Tanggal: 27 November 2019. Jam: 21.55 WIB.

 



[1] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 1991), 15.

[2] Inc Merriam-Webster, Merriam-Webster's Collegiate Dictionary., Includes Index., Eleventh
ed. (Springfield, Mass.: Merriam-Webster, Inc., 2003).

[3] David Noel Freedman, The Anchor Yale Bible Dictionary (New York: Doubleday, 1996,
c1992), 5:669.

[4] Andrew Knowles, The Bible Guide, Include Index., 1st Augsburg books ed. (Minneapolis, MN: Augsburg, 2001), 280.

[5] Believer’s Study Bible, c 1991 Criswell Center for Biblical Studies., electronic ed. (Nashville: Thomas Nelson, 1997, c1995), Is 10:12.

[6] Edward Young, The Book of Isaiah: Volume I, Chapter 1-18 (Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1965), 368.

[7] Warren W. Wiersbe, Be Comforted, An Old Testament Study (Wheaton, III: Victor Books, 1996, c1992), Is 9:1.

[8] John F. Walvoord, Roy B. Zuck and Dallas Theologiical Seminary, The Bible Knowledge Commentary: An Exposition of the Scriptures (Wheaton, IL: Victor Books, 1983-c 1985), 2:479.

[9] Ibid., 480.

[10] Widyapranawa, Tafsiran Alkitab: Kitab Yesaya Pasal 1 – 39, Cetakan Pertama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 63.

[11] Ibid., 63-64.

[12] Leland Ryken, Jim Wilhoit, Tremper Longman et al., Dictionary of Biblical Imagery (Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 2000, c1998), 703.

[13] David Noel Freedman, The Anchor Yale Bible Dictionary (New York: Doubleday, 1996, c1992), 5:669.

[14] Charles F. Pfeiffer, Howard Frederic Vos and John Rea, The Wycliffe Bible Encyclopedia (Moody Press, 1975; 2005), 394.

[15] Geoffrey W. Bromiley, The International Standard Bible Encyclopedia, Revised (Wm. B. Eerdmans, 1988; 2002), 4:130-134.

[16] Wikipedia, diambil dari https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/Remnant_(Bible)&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp. Tanggal: 27 November 2019. Jam: 21.45 WIB.

[17] Wikipedia, diambil dari https://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Remnant_(Adventist)&xid=17259,15700021,15700186,15700191,15700256,15700259,15700262,15700265,15700271,15700283&usg=ALkJrhiGGL1sRrWqlkvQTP1GyHIatraTVA. Tanggal: 27 November 2019. Jam: 21.55 WIB.

[18] Baker, Warren: The Complete Word Study Dictionary : Old Testament (Chattanooga, TN : AMG Publishers, 2003, c2002), S. 262.

[19] John Peter Lange, Philip Schaff, Carl Wilhelm Eduard Nägelsbach et al., A Commentary on the Holy Scriptures: Isaiah (Bellingham, WA: Logos Research Systems, Inc., 2008), 156.

[20] Carl Friedrich Keil and Franz Delitzsch, Commentary on the Old Testament. (Peabody, MA: Hendrickson, 2002), 7:176-177.

[21] Edward Young, The Book of Isaiah: Volume 1, Chapters 1-18 (Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1965), 368.

[22] Jon Courson, Jon Courson's Application Commentary: Volume Two: Psalms-Malachi (Nashville, TN: Thomas Nelson, 2006), 359.

[23]  Robert Jamieson, A. R. Fausset, A. R. Fausset et al., A Commentary, Critical and Explanatory, on the Old and New Testaments, On Spine: Critical and Explanatory Commentary. (Oak Harbor, WA: Logos Research Systems, Inc., 1997), 197.

[24] Donald C. Fleming, Concise Bible Commentary, Also Published Under Title: The AMG Concise Bible Commentary (Chattanooga, Tenn.: AMG Publishers, 1994, c1988), 250.

[25] George Buchanan Gray, A Critical and Exegetical Commentary on the Book of Isaiah, IXXXIX, Series Title in Part Also at Head of T.-P.; Commentary on Chapters I-XXVII Only; the Commentary on Chapters XXVIII-XXXIX Which Had Been Assigned to G. B. Gray and on Chapters XL-LXVI Which Had Been Assigned to A. S. Peake Was Not Completed. (New York: C. Scribner's Sons, 1912), 203.

[26] Terry R. Briley, Isaiah, The College Press NIV commentary (Joplin, MO: College Press Publishing., 2000-c2004), 152.

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "KAJIAN BIBLIKA MENGENAI TEOLOGI “REMNANT” (Yesaya 10:20-23)"