KAJIAN BIBLIKA MENGENAI TEOLOGI “REMNANT” (Yesaya 10:20-23)
KAJIAN BIBLIKA MENGENAI
TEOLOGI “REMNANT”
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Dalam studi terhadap teologi Perjanjian Lama sudah
tidak dapat disangkal kembali, pasti akan selalu berhadapan dengan beberapa
permasalahan atau isu-isu teologi yang menuntut penyelesaiannya. Apabila
ditelusuri, setiap permasalahan yang muncul tersebut, sebenarnya hasil dari
beragamnya penafsiran yang berbeda dari para teolog mengenai teks-teks dalam
Perjanjian Lama. Sebagai contoh permasalahan teologis yang masih menjadi
perdebatan hingga kini adalah tentang “Teologi Remnant”. Teks Yesaya 10:20-23 adalah
dasar atau acuan dalam pembahasan mengenai “Teologi Remnant” yang sering
dipakai oleh para teolog dalam menyimpulkan pandangannya mengenai permasalahan
yang terkait. Bagi para teolog, teks ini dipahami mengandung nubuatan yang
memberikan fakta signifikan di masa mendatang bahwa akan ada “sisa orang Israel
dan orang yang terluput di antara kaum keturunan Yakub”. Belum ada consensus hingga sekarang dari para ahli
teolog Perjanjian Lama dalam membahas siapakah yang dimaksudkan dari istilah
“sisa orang Israel”.
Ragam tafsir terhadap teks Yesaya 10:20-23 tersebut
yang memunculkan persoalan teologis mengenai identitas “sisa orang Israel” yang
tidak kunjung terselesaikan hingga sekarang. Apakah “sisa orang Israel”
tersebut sedang menunjuk kepada sisa Israel yang kembali dari penawanan Babel?
Atau, apakah kaum sisa itu masih ada hubungannya dengan Mesias dalam Perjanjian
Baru? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang dapat timbul dari pokok
persoalan teologis ini. Tetapi dalam makalah ini, penulis membatasi pembahasan
hanya pada siapa yang dimaksud “sisa orang Israel” dan teologi apa yang dapat
diambil dari teks Yesaya 10:20-23 ini.
II.
Tujuan
Penulisan
Secara khusus makalah ini difokuskan untuk menjawab
pada dua pertanyaan besar yang sering menjadi perdebatan dewasa ini, yakni
sebagai berikut:
Pertama,
untuk menjelaskan siapakah yang
dimaksudkan dengan “sisa orang Israel” dalam teks Yesaya 10:20-23
Kedua,
teologi-teologi yang dapat diambil dari pembahasan teks Yesaya 10:20-23.
PEMBAHASAN
Pengertian
“Teologi Remnant” Secara Umum
Istilah “Teologi
Remnant” terbentuk dari gabungan dua kata yang sudah tidak asing lagi dalam
ranah teologi. Kata “Teologi” berasal
dari akar kata bahasa Yunani yakni, “theos”
yang artinya Allah dan “logos” yang
artinya perkataan, pernyataan, dan ilmu.[1]
Sehingga secara sederhana kata “Teologi”
memiliki pengertian “perkataan-perkataan tentang Allah”. Sedangkan kata “Remnant” dalam terjemahan bahasa
Inggris menujukkan kepada arti “sisa”. Dengan demikian, jika kedua kata ini
dipadankan, maka terbentuklah istilah “Teologi
Remnant” yang berarti “perkataan atau pembelajaran tentang kaum sisa”.
Dalam kamus Meriam-Webster memberikan
penekanan signifikan mengeani “Remnant”,
yaitu sebagai sebuah kelompok kecil yang masih hidup.[2]
Pernyataan tersebut sesuai dengan konsep “sisa” sesuai dengan konteks dalam Yesaya
10:20-23, yakni di mana kelompok kecil dari orang ini masih bertahan terhadap
suatu hal.
Terhadap asa mula konsep ini pun masih menjadi bahan
diskusi hingga sekarang. Terdapat kemungkinan bahwa konsep ini muncul dalam
konteks eskatologi yang berasal dari mitologi Babilonia. Pandangan lain
meyatakan bahwa konspo tersebut muncul dari lingkup sipil atau politik yang
berada dalam kebijakan-kebijakan Asyur, hal ini nampak dalam prasasti mengenai
keberhasilan militer mereka.[3]
Pandangan
Para Tokoh Mengenai “Teologi Remnant”
Para Teolog Biblika Perjanjian Lama yang telah
mendalami Kitab Yesaya secara mayor mendukung pandangan bahwa kaum sisa sedang
menunjuk kepada orang-orang Yahusi yang akan kembali dari pembuangan di Babel.
Pernyataan ini sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh Andrew Knowles
yang meyakini bahwa kelompok sisa yang dimaksudkan adalah kelompok kecil yang
kembali dari pembuangan dan kembali kepada Yahweh.[4]
Beberapa teolog lain yang fokus dalam penafsiran teks-teks Alkitab Perjanjian
Lama dan yang menyebut dirinya sebagai kelompok Believer’s Study Bible juga memberikan argumennya bahwa teks Yesaya
10:20-23 ini secara khusus menuliskan nubuatan tentang jatuhnya kejayaan Asyur
yang kemudian digenapi pada tahun 612 SM. Secara khusus kelompok ini memahami
bahwa “sisa orang Israel” merupakan umat Allah yang kembali ke tanah pusakanya.
Selanjutnya umat Allah hanya akan menyembah kepada Yahweh dan tidak lagi
melakukan penyembahan kepada ilah-ilah lain.[5]
Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan siapakah yang dimaksud dari kaum
sisa itu, tetapi dapat disimpulkan bahwa kelompok ini mendukung pandangan yang
dimaksudkan “sisa orang Israel” adalah
kaum keturunan Yakub yang kembali ke tanah pusakanya.
Salah satu ekspositori Biblika Perjanjian Lama yang
bernama Edward Young juga tidak ketinggalan dalam memberikan kesimpulan
mengenai permasalahan “Teologi Remnant” ini. Young begitu menyoroti kesejarahan
yang akan terjadi di masa mendatang di antara Asyur dengan Yehuda. Pendapat
Young, kejayaan Asyur yang begitu besar itu akan mengalami akhir yang tragis
oleh karena hukuman Allah dan dalam
pembahasan masalah teologi ini, sebenarnya Young lebih memberikan penekanan
kepada apa yang akan dilakukan oleh “sisa orang Israel” ini – daripada menyoroti siapakan sejatinya
yang dimaksud kaum sisa itu. Young memahami bahwa kaum sisa ini menunjuk umat
Allah yang akan beralih kepada Yahweh satu-satunya tempat yang aman untuk
bersandar sebagai Allah yang kudus bagi Israel.[6]
Sedangkan Warren Wiersbe melakukan usaha lebih jauh
melihat hubungan anatara “sisa orang Israel” ini dengan keberadaan Mesias. Ia
berkomentar bahwa ketika Asyur menklukan Kerajaan Utara, bangsa ini tidak
pernah mengalami pemulihan, tetapi menjadi apa yang kita kenal sebagai Samaria.
Setelah penawanan Babilonia (606-586 SM), orang-orang Yahuda menerima
kesempatan kembali untuk membangun negrinya.[7]
Secara tidak langsung Wiersbe sangat mendukung bahwa “sisa orang Israel” dalam
konteks ini sedang menunjuk pada orang-orang Yahudi yang kembali dari
pembuangan di Babel dan melalui merekalah Mesias dilahirkan ke dunia. Dalam
penelitian lebih lanjut dengan merujuk kepada Kitab Hagai, maka “Sang cincin
meterai” itu benar-benar berasal dari mereka yang kembali dari pembuangan
Babel.
Menurut penafsiran Walvoord dan Zuck yang telah
melihat lebih jauh konsep remnant dalam
Surat Roma 9 menyatakan bahwa janji-janji itu digenapi dalam Pembuangan dan
Pengasingan Israel dan Yehuda, serta peristiwa kehancuran Yerusalem pada tahun
70 M.[8]
Walvoord dan Zuck juga menafsirkan bahwa “sisa orang Israel” ini akan digenapi
oleh Israel secara nasional pada pembebasan akhir zaman (Rm. 11:26-27). Prinsip
tersebut juga berlaku bagi orang-orang Yahudi yang menjadi anggota gereja –
kemudian Paulus menyebut hal ini sebagai “sisa orang yang dipilih oleh kasih
karunia” (Rm. 11:5).[9]
Selanjutnya “sisa orang Israel” dalam kacamata
Widyapranawa, adalah sebagai berikut:
“Siapakah “sisa” itu? Mereka
yang sudah melihat dan mengalami tindakan Allah di dalam sejarah, yang sudah
mengalami akibat yang pahit karena kebodohan mereka sendiri, yaitu bersandar
kepada duniawi, bukan pada Allah yang Mahakudus. Sisa itu ialah orang-orang
yang terluput dari keturunan Yakub dan kembali kepada pertobatan kepada Allah”.[10]
Kemudian Widyapranawa menjelaskan lebbih lanjut, bahwa
Tuhan yang dimaksudkan dalam teks Yesaya disebut “Allah yang perkasa”, yang
perkasa dalam peperangan dan menyatakan kuat kuasa-Nya melalui malaikat Tuhan
yang membinasakan tentara Aysur dan melepaskan Yerusalem dari pengepungan (701
SM). Sebutan tersebut sesuai juga yang diberikan kepada Sang Putera (Mesias)
yang dinubuatkan (bnd. 9:5).[11]
Penjelasan yang diberikan Widyapranawa ini, secara teologis menunjuk kepada
Raja Damai yang akan datang: Raja Mesias yang disebut sebagai Raja Damai.
Istilah
“Teologi Remnant” Dalam Perjanjian Lama
Studi mengenai kata “Remnant” dalam Alkitab Perjanjian Lama memiliki cakupan yang luas.
Berikut ini beberapa contoh penggunaan kata“Remnant”
dalam Perjanjian Lama yang diterjemahkan dari bahasa Ibraninya שְׁאָר “shear”, adalah
sebagai berikut:
Pertama,
konsep ini paling sering digunakan untuk menujuk kepada Israel atau pun Yehuda (Yos. 12:4; 2 Sam. 21:2; Yes 14:30; 17:3; Am. 1:8; 9:12;
Zak. 9:7).
Kedua, dalam kondisi
tertentu, kata ini juga menunjuk kepada manusia secara keseluruhan dalam
Perjanjian Lama (lih. Zak. 14:16).
Ketiga. dalam
penyelidikan lebih lanjut lagi, ternyata kata ini juga dapat menunjuk kepada
semua mahkluk hidup (bnd. Kej. 7:1-5).
Keempat, dalam
Perjanjian Lama penggunaan kata ini, seringkali dikonotasikan secara negatif,
seperti: malapetaka besar yang akan dialami oleh umat, sehingga hanya sisa yang
akan bertahan atau justru tidak aka nada yang dapat bertahan sama sekali (2
Raj. 21:13-15; Yes 17:4-6; Yer. 8:3; Yeh. 15:1-8; Am. 3:12; 5:3; 9:1-4).
Kelima,
dalam kasus yang lain juga, kata ini juga dapat memberikan pengertian yang
positif. Dalam kasus positif, kata ini dapat berarti sekelompok umat yang
terlepas dari kehebatan malapetaka, sisa-sisa yang dapat bertahan menjadi dasar
bagi kehidupan masyarakat yang baru dan yang akan diperbaharui (Kej 8:15-19;
45:7; 1 Raj 19:18; Yes 1:25-26; 28:5-6; Yer 23:3-4; Yo. 2:32; Ob. 17; Mik.
2:12; 4:6-7).
Dalam Perjanjian Lama, terjadinya sebuah
malapetaka dapat dipahami sebagai keputusan Allah untuk memberikan penghakiman
bagi umat-Nya. Sebab itu, kelangsungan hidup dari sisa-sisa yang menjaga
kehidupan yang layak tentu saja menunjuk kepada tindakan anugrah Allah (Yer.
23:3-4; 31:7-9; Am. 5: 14-15; 4: 6-7). Sementara beberapa bagian menunjukkan
bahwa kaum sisa tersebut dapat bertahan dari kenyataan bahwa semua orang layak
dihancurkan (Yer. 5; Mik. 7:18-20).
Perjanjian Lama juga mengakui bahwa penghukuman menjadi alat pemurnian
dan pembersihan bagi umat Allah (Ezr. 9:13-14; Yes 1:25-26; 4:2-4; 10:20). Sehingga
kaum sisa yang selamat tersebut menjadi gambaran sebagai orang-orang yang benar
dan setia (1 Raj. 19:18; Zef 2:3; 3: 12-13). Kemudian orang-orang yang tersisa
itu dipanggil untuk hidup dalam kebenaran firman-Nya sebagai teladan dan
menjadi umat Allah. Jadi, Perjanjian Lama
mengakui bahwa pengangkat dan penyelamatan sisa-sisa, yang memungkinkan
kelanjutan kehidupan masyarakat dapat dipahami sebagai kegiatan menyelamatkan
diri (Kej. 45:7; Ezr. 9:7-9; Yes 1:9).
Keenam, nabi Yesaya
memberi pemahaman yang sedikit berebeda mengenai “remnant” yaitu menunjuk kepada sisa yang akan memiliki harapan
restorasi. Adanya penghakiman ilahi akan bertindak sebagai pembersihan yang
akan memisahkan sampah yang tidak murni.[12]
Dalam hal ini, Perjanjian Lama bukan hanya menunjukkan arti kekinian saja
tentang “remnant” ini. Beberapa teks
telah menunjukkan “remnant” menggambarkan
kepada masa depan, dengan sisa-sisa tetap menjadi penerima tindakan keselamatan
baru dan lebih besar (Yes. 11:10-16; 28:5-6; Yer. 23:3; 31:7-9; Mi. 2:12-13;
4:6-7; 5:7-8; 7:18-20; Zef. 2:7, 9). Meskipun paling sering dihubungkan dengan
nabi-nabi yang terakhir, tetapi konsep tersebut juga muncul dalam beberapa
bagian naratif juga.
Istilah “Teologi
Remnant” Dalam Perjanjian Baru
Kata sisa dalam Perjanjian Baru merupakan bentuk
terjamahan dari bahasa Yunani yaitu λεῖμμα “leimma” .
Dalam Perjanjian Baru referensi yang paling jelas dalam membahas tentang “remnant” dapat ditemukan dalam Surat
Roma 9 – 11.[13]
Teologi Paulus kepada orang Yahudi
tersebut dibuktikan dengan kutipannya dari teks-teks Perjanjian Lama, seperti yang
terdapat dalam Yesaya 10:20-23; 1:9 dan 1 Raja-raja 19:18. Ketika Paulus
berjuang dengan fakta bahwa kebanyakan orang Yahudi lainnya belum menerima
Injil yang telah disampaikannya, dia menyatakan bahwa “tidak semua orang yang
berasal dari Israel adalah orang Israel” (Rm. 9:6b), kemudian “bukan anak-anak
menurut daging yang adalah anak-anak Allah, tetapi anak-anak perjanjian
diperhitungkan sebagai keturunan yang benar” (Rm. 9:8).
Orang-orang Yahudi yang telah menerima Injil merupakan
orang-orang yang tertinggal. Orang-orang Yahudi dan orang-orang kafir yang
percaya telah dipilih, bukan karena kemauan atau usaha mereka sendiri, namun
dengan kedaulatan dan anugerah ilahi, demikian halnya nenek moyang Israel yang
menerima janji Allah (Rm. 9:6-33). Tetapi, ini bukan berarti Israel telah
kehilangan warisannya (Rm. 9:4-5), atau Allah menolaknya (Rm. 11:1-2a). Justru,
mereka yang telah dikecualikan untuk beberapa waktu pada akhirnya akan
disertakan juga (Rm. 11:11-32). Dengan demikian, keberadaan kaum sisa dalam
Surat Roma adalah fenomena sementara, untuk digantikan saat pekerjaan ketika
pekerjaan Tuhan selesai. Dalam Perjajian Baru konsep “remnant” masih dalam kerangka pada orang-orang Israel yang akan
memasuki Kerajaan Seribu tahun dengan Mesias.[14]
Sedangkan dalam Kitab Wahyu menggambarkan kondisi di
gereja-gereja yang dengannya hal itu dibahas dalam istilah yang kadang-kadang
mencerminkan konsep sisa (Why. 2:24; 3:4). Gambaran penggelapannya untuk
menemani akhir zaman melibatkan sisa yang akan bertahan (Why. 11:13; 12:17).
Dalam Kitab Wahyu, kelompok sisa yang menang pada dasarnya mereka yagng tetap
beriman hingga akhir serta mematuhi perintah-perintah Allah dan memiliki
kesaksian akan Kristus (Why. 12:17; 14:12; 19:10).[15]
Istilah
“Teologi Remnant” Menurut Pandagan
Gereja
Dalam pembahasan mengenai “Teologi Remnant” beberapa gereja juga memberikan argumennya, sebagai
berikut:
Pertama,
Gereja Anglikan. “Teologi Remnant” menurut Gereja Inggris Anglikan yang dipengaruhi
dari Martin Thornton (1915-1986), memandang paroki gereja terdiri dari tiga
tingkatan anggota yang berbeda. Thornton menyatakan kelompok terkecil sebagai
“sisa”, menyamakannya dengan sisa yang dibahas dalam Kitab Yesaya. Mereka
merupakan orang-orang biasa yang memiliki pengabdian yang luar biasa, lebih
baik daripada yang mempunyai pengetahuan secara rohani, yang sangat penting
bagi pendeta paroki untuk mengidentifikasi dan memelihara melalui arahan
spiritual, karena mereka adalah jantung paroki yang dapat diandalkan. Mereka
benar-benar menghayati kekristenan mereka dan membentuk inti bukan hanya dari
paroki tetapi dari “Militan Gereja” yang universal.
Kedua,
Gereja Katolik Roma. Gagasan Perjanjian
Lama tentang “sisa” adalah salah satu dari tiga gambar yang digunakan Karl Rahner untuk
mengatur paroki ke dalam visinya yang lebih besar tentang gereja dalam
esainya tahun 1956 “Teologi Paroki” dan
bukunya tahun 1961, The Episcopate
and the Primacy, ikut menulis bersama Kardinal Joseph Ratzinger
(kemudian Paus Benediktus XVI ). Yang
penting bagi Rahner dalam konsep “sisa” adalah gagasan bahwa keseluruhan –
Gereja universal – dapat hadir di bagian – paroki: Gereja secara
keseluruhan, ketika menjadi “Peristiwa”
dalam arti penuh, juga harus merupakan Gereja lokal, seluruh Gereja menjadi
nyata di Gereja lokal.[16]
Ketiga,
Gereja Advent. Dalam teologi Advent Hari Ketujuh,
akan ada sisa waktu akhir dari
orang-orang percaya yang setia kepada Allah. Gereja yang sisa adalah
tubuh yang kelihatan, historis, dan terorganisasi yang ditandai oleh kepatuhan
pada perintah-perintah Allah dan memiliki proklamasi Injil akhir zaman yang
unik. Orang Advent secara tradisional menyamakan “gereja sisa” ini dengan
denominasi Advent Hari Ketujuh.
Konsep yang berbeda tetapi terkait
adalah remnant eskatologis,
yang akan bermanifestasi sesaat sebelum kedatangan Yesus
yang kedua. “Sisa
gereja” dipahami bertindak sebagai katalis
untuk pembentukan kelompok ini. Remnant eskatologis akan terdiri dari
beberapa (tetapi tidak semua) konstituen dari “gereja sisa” saat ini, bersama
dengan sekelompok orang percaya dari gereja-gereja lain (yaitu,
non-Advent). Hanya kelompok sisa eskatologis yang akan diselamatkan
sampai akhir jaman. Doktrin Advent tentang sisa zaman akhir didasarkan terutama
pada Wahyu 12:17.[17]
Kajian
Biblika Terhadap “Teologi Remnant”
Seperti yang dinyatakan dalam halaman sebelumnya,
bahwa dalam studi mengenai “Teologi
Remnant” teks yang menjadi dasar pembahasan adalah Yesaya 10:20-23. Dengan
demikian, dalam memberikan kajian biblika terhadap “Teologi Remnant” maka penulis akan melakukan penelitian terhadap
teks Yesaya 10:20-23.
Penafsiran
Teks Yesaya 10:20-23
Ayat
20. Pada teks ini dimulai dengan sebuah kata
Ibrani וְהָיָ֣ה yang
menyatakan formulasi nubuatan dalam Perjanjian Lama. Perlu dipahami, apabila
kata kerja dengan awalan Waw Konsekutif yang berarti ada, menjadi, terjadi,
harus dilakukan. Dalam kamus WSOTDICT, kata ini telah dikuti dalam Perjanjian
Lama sebanyak lebih dari 3.500 kali.[18]
Kemudian kata selanjutnya yang ditulis oleh sang nabi
adalah kata בַּיּ֣וֹם “yom”.
Secara sederhana, kata “yom” dapat
diterjamahkan sebagai hari atau siang. Dalam penggunaannya, kata ini mempunyai
varian terjemahan yang beraneka ragam. Orang-orang Ibrani biasanya menggunakan
kata ini untuk menunjuk kepada rentang waktu yang umum seperti yang
diterjemahkan dengan “pada suatu hari” dalam Kejadian 26:8 dan juga Bilangan
20:15. Apabila kata ini digunakan dalam kitab nubuatan para nabi, seringkali
memiliki arti yang konotasi dan mewarnai pemaknaannya. Seringkali para nabi
menggunakannya untuk menyatakan dalam nubuatannya untuk periode masa depan dari
peristiwa-peristiwa penting seperti “hari Tuhan” (Yer. 46:10; Zak. 14:1).
Penggunaan frasa “Hari itu” juga menunjukkan suatu masa yang sama artinya
dengan “Hari Tuhan” (Yes. 19:23; Zak. 14:20, 21).
Dengan demikian, dalam konteks Yesaya 10:20 ini,
penggunaan kata hari bukan hanya terbatas kepada satu hari tertentu. Tetapi
kata hari dalam konteks ini juga menunjukkan sebuah konotasi mengenai suatu
masa yang tidak berdasarkan kuantitas, tetapi berdasarkan kualitas di mana masa
tersebut menunjuk pada suatu momen penting.
Selanjutnya kata לֹֽא־יוֹסִ֙יף dari akar kata יוֹסִ֙יף secara literal
dapat diterjamahkan “tidak bersandar”. Kata ini memiliki pengertian untuk
meningkatkan, melanjutkan, atau terus dilakukan. Jadi, kata ini untuk menunjuk
pada suatu kegiatan yang dilakukan terus-menerus, berulang kali, atau melakukan
sesuatu setelah satu periode.
Kata יוֹסִ֙יף dalam bentuk
feminimnya kata ini berarti pembebasan. Penggunaanya dalam Perjanjian Lama
dapat dilihat dalam Kejadian 32:8; 45:7; Keluaran 10:5; Hakim-hakim 21:17; 2
Samuel 15:14. Sementara dalam konteks Yesaya 10:20, kata ini dipakai untuk
menunjukkan kepada sisa yang terbebas dari sesuatu hal.
Kata עַל־מַכֵּ֑הוּ dari akar kata מַכֵּ֑הוּ kata benda feminim ini dapat diartikan
sebagai pukulan. Jika diartikan secara literal kata ini menunjuk pada sebuah
senjata untuk memberikan pukulan tersebut. Tetapi dalam penggunaan secara
kiasan, kata ini juga dapat diterjemahkan “yang mengalahkannya”. Mengenai ayat
20 ini, John Peter Lange, Philip Schaff, dan Carl Wilhelm Eduard Nagelsbach
menyampaikan bahwa mungkin nabi Yesaya tidak berpikir bahwa ia telah
menggunakan ungkapan “sisa Israel” tanpa arti khusus, tetapi kemudian sang nabi
mengulanginya kembali dalam ayat 21, dengan sebuah penekanan yang lebih besar,
dan pada saat yang sama mendefinisikannya lebih tepat.[19]
Ayat
21. Dalam bagian ini penulis hanya akan
melihat kata Allah dalam bentuk konstruk pada ayat ini אֵ֖ל.
kata ini merupakan kata benda maskulin yang berarti Tuhan, dewa, atau seorang
pahlawan yang kuat. Kemunculan kata ini sering ditemukan dalam Kitab Kejadian,
Ayub, Mazmur, dan Yesaya. Arti akar katanya dapat diterjemahkan dengan
“perkasa” (Ay. 41:25; Mik. 2:1). Sedangkan dalam konteks Yesaya 10:21 ini,
menunjuk kepada Allah Israel dengan segala keperkasaan-Nya. Kata “perkasa” גִּבּֽוֹר dapat diartikan sebagai
perkasa atau kuat. Penggabungan dengan kata “el-ghibbor”
sering diterjemahkan sebagai Allah yang Perkasa (bnd. Yer. 32:18). Keil dan
Delitzch menjelaskan bahwa kata “ghibbor”
menunjuk kepada Allah yang secara historis diwujudkan dalam pewaris Daud
(Yes. 9:6). Sementara Hosea 3:5 menggunakan kata ini dengan berdampingan dengan
Yahweh dan Daud yang kedua.[20]
Sedangkan menurut argumen yang diberikan oleh Young
bahwa ayat inilah yang menyatakan kebenaran yang diajarkan atas nama anak
Yesaya, Shear-Yashub. Keselamatan itu sendiri telah dijanjikan, dari benih
wanita yang meremukkan kepala ular.[21]
Dengan demikian pasti ada yang tersisa yang akan meremukkan kepala ular
tersebut. Keturunan Yakub sisa itu akan kembali sebagai uamt Allah yang akan
bersandar kepada Allah Perkasa sendiri bukan kepada bangsa Asyur.
Ayat
22. Kata עַמְּךָ֤ini
merupakan kata benda maskulin yang berarti orang, bangsa, atau pun warga
Negara. Dalam Perjanjian Lama kata ini dikutip kurang lebih sebanyak 1.900 kali
untuk menunjukkan sekelompok orang (cth. Kej. 11:1, 6; Yeh. 3:5). Dalam konteks
jamak, jelas kata ini menunjuk pada banyak orang atau suatu bangsa. Maka, dalam
ayat 22, kata ini dengan tepat diterjemahkan sebagai bangsa. Tetapi perlu
diperhatikan bahwa bangsa yang dimaksud dalam konteks ini masih bersifat
sebagai sekelompok orang yang lepas dari pembuangan.
Selanjutnya penggunaan kata הַיָּ֔םini
merupakan kata kerja maskulin yang berarti laut. Dalam Perjanjian Lama kata ini
sering dipakai dalam frasa geografis “dari laut ke laut” (Am. 8:12). Sebab
sering dikaitkan dengan laut Tengah dan Laut Besar, pada akhirnya kata ini
secara idiom berarti “barat” (Kej. 13:14); dari barat berarti sisi barat (Yos.
8:9). Dengan akhiran “ah”, kata ini
memiliki arti kea rah barat (Bil. 3:23).
Kata חָר֖וּץmerupakan
kata kerja yang memiliki pengertian membersihkan, menaklukan, menyembur,
menenggelamkan, meluap, membanjiri, membilas, berlari. Yesaya memakai kata ini
untuk menunjukkan penghakiman ilahi (Yes. 8:8; 28:2, 15, 17, 18). Lebih
spesifik lagi dalam Yesaya 10:22 kata ini dipakai untuk menunjukkan pada
kehancuran total. Dalam terjemahan LAI ITB kata ini diterjemahkan sebagai
kebinasaan. Dalam kaitannya dengan kaum sisa, berarti hanya merekalah yang
merupakan bagian yang luput dari penghakiman ilahi. Jon Courson, menyatakan
bahwa orang-orang Yahudi yang tersebar di seluruh dunia akan kembali ke Israel
secara massal.[22]
Kata צְדָקָֽהini
merupakan kata benda feminim yang berarti “kebenaran, integritas, atau perilaku
tidak bersalah”. Kata benda ini seringkali menjelaskan mengenai keadilan,
tindakan benar, sesuai dengan yang diharapkan oleh Tuhan. Jadi, arti kata
paling tepat dalam konteks ini adalah “keadilan”. Terjadinya kebinasaan itu
Allah kerjakan karena dasar keadilan-Nya, oleh karena Ia adil, maka dosa yang
tidak kunjung diselesaikan pastilah berakibat pada penghukuman. Ketika Allah
hadir sebagai hakim yang adil, maka tidak ada lagi tempat bagi tindakan
ketidakadilan. Jamieson dan Fausset berpendapat bahwa bahwa dampak pada “sisa”
(kontras dengan Asiria dalam Yes. 10:19); yaitu orang-orang yang akan
ditinggalkan setelah invansi Sanherib, akan kembali dari ketergantungan pada
Negara-negara penyembah berhala eksternal, seperti Asyur dan Mesir (2 Raj.
18:21; 16:7-9).[23]
Akan tetapi, keturunan Yakub itu akan segera kembali menyembah Allah dalam
zaman teokrasi. Hal ini sebagian digenapi pada hari-hari Hizkia yang saleh.
Menurut pendapat Fleming Asyur hanyalah alat yang Tuhan pakai untuk melakukan
kehendak-Nya, tetapi ketika alat itu mencoba untu membuat dirinya sendiri lebih
besar daripada orang yang menggunakannya, maka alat itu pun harus dihancurkan.[24]
Dan akhirnya Asyur menjadi bangsa yang dipermalukan oleh Allah.
Ayat
23. Kata כָלָ֖הini
adalah kata kerja dengan terjemahan, “menghancurkan, mengakhiri, dan sampai
habis”.[25]
Penggunaan dalam konteks Yesaya 10:23 memiliki pengertian kepada akhir dari
penghakiman atau pembinasaan. Tetapi belum dapat dipastikan apakah kebinasaan
yang dimaksudkan kepada pembuangan akhir dan pertobatan dari kaum sisa
keturunan yakub itu. Tetapi satu hal yang dapat ditarik adalah pada hari itu,
kebinasaan akan terjadi bagi orang-orang yang tidak takut akan Tuhan serta
kehidupan yang hanya mencari kesenangan sendiri. Menurut pendapat Briley, Tuhan
adalah sumber sesungguhnya dari kehancuran yang kemudian akan menghasilkan
pembentukan sisa yang taat di ayat 23 ini.[26] Yesaya
memberikan gambaran masa depan di mana orang-orang yang tersisa tidak akan lagi
Allah. Tetapi perlakuan kejam terhadap Yehuda oleh bangsa Asyur, serta
kejatuhan bangsa Asyur berikutnya, akan mengungkapkan usaha Ahas yang salah
untuk mencari perlindungan terhadap Asyur. Tujuan Asyur menyerang Israel adalah
untuk menghancurkannya, tetapi jangan lupakan juga bahwa Allah akan mengadakan
pemulihan.
PENUTUP
Berkaitan dengan identitas “sisa orang Israel” yang
dimaksudkan dalam Yesaya 10:20-23 ini memiliki penggenapan ganda. Dalam konteks
dekatnya, penggenapan yang dimaksudkan menunjuk kepada sisa orang Israel yang
terluput dari penghancuran Asyur dan akhirnya bersatu dengan Kerajaan Selatan.
Oleh karena kaum sisa inilah, maka jumlah suku di Israel tetap terjaga 12 suku.
Andaikata tidak ada kelompok sisa itu, maka Israel hanya memiliki 2 suku saja
yang masih bertahan, yaitu Yehuda dan Benyamin.
Sedangkan dalam konteks jauhnya penggenapan yang
dimaksudkan adalah kaum sisa itu sedang menunjuk kepada masa eskatologis, di
mana pada suatu masa nanti Tuhan akan benar-benar mengumpulkan Israel kembali
sebagai satu bangsa yang utuh. Ciri khas yang dimiliki oleh sisa orang Israel
ini adalah adanya kesetiaan yang mutlak kepada Tuhan dan pada masa itu juga
akan terjadi pemerintahan yang damai yang dipimpin oleh Yesus Kristus sendiri,
sebagai raja yang adil dan bijaksana. Kemungkinan besar masa yang dimaksud
adalah menunjuk kepada masa seribu tahun damai (Why. 20:1-6). Sisa orang Israel
tersebut akan menyatakan imannya untuk percaya kepada Yesus Kristus sebagai
Mesias.
Kesimpulan teologi yang dapat ditarik dari Teologi
Remnant dan implikasinya bagi sekarang adalah sebagai berikut:
Pertama,
Allah setia dalam janji-Nya. Teologi ini
dengan jelas nampak dalam kehidupan “sisa orang Israel” ini. Nubuatan bahwa
“sisa orang Israel” akan kembali, telah digenapi. Karena jika seandainya Allah
memusnahkan semua orang Israel, maka Allah telah menyalahi dengan janji yang
telah diucapkan-Nya sendiri. keberadaan “sisa orang Israel” terjadi oleh karena
Allah setia terhadap janji-Nya itu.
Kedua,
Teologi providensia dan omnipotent Allah
terliha jelas dalam teks ini. Allah dengan kuasa-Nya sendirilah yang
menyelamatkan “sisa orang Israel” dari kekejaman Asyur.
Ketiga,
keselamatan memiliki sifat pribadi, bukan
kolektif. Dengan jelas teks berkata bahwa tidak semua orang Israel akan
terluput. Bahkan, sebagian besar orang Israel akan mengalami kebinasaan.
Keempat,
pertobatan secara penuh. Kelompok sisa itu
telah bertobat dari dosa yang selama ini mengikatnya. Tanpa pertobatan, tidak
mungkin disebut sebagai anggota “sisa orang Israel”.
Kelima,
pemerintahan Allah yang adil dan damai.
Kelompok sisa itu sangat mengharapkan akan pemerintahan yang adil dari Allah.
Allah sendiri berjanji bahwa pemerintahan akan “sisa orang Israel” berisi
dengan keadilan dari Allah. Pada akhirnya pemerintahan yang bersifat adil ini
akan terjadi pada masa seribu tahun damai.
DAFTAR
PUSTAKA
BUKU
Believer’s
Study Bible, c 1991 Criswell Center for Biblical
Studies., electronic ed. (Nashville: Thomas Nelson, 1997, c1995.
Briley, Terry
R. Isaiah, The College Press NIV
commentary. Joplin, MO: College Press Publishing., 2000-c2004.
Bromiley,
Geoffrey W., The
International Standard Bible Encyclopedia, Revised. Wm. B. Eerdmans, 1988;
2002.
Courson,
Jon, Jon Courson's Application Commentary: Volume Two: Psalms-Malachi. Nashville, TN:
Thomas Nelson, 2006.
Fleming, Donald
C. Concise Bible Commentary, Also
Published Under Title: The AMG Concise Bible Commentary. Chattanooga,
Tenn.: AMG Publishers, 1994, c1988.
Freedman, David
Noel. The Anchor Yale Bible Dictionary. New York: Doubleday, 1996,
c1992.
Gray, George
Buchanan A Critical and Exegetical
Commentary on the Book of Isaiah, IXXXIX, Series Title in Part Also at Head of
T.-P.; Commentary on Chapters I-XXVII Only; the Commentary on Chapters
XXVIII-XXXIX Which Had Been Assigned to G. B. Gray and on Chapters XL-LXVI
Which Had Been Assigned to A. S. Peake Was Not Completed. New York: C.
Scribner's Sons, 1912.
Inc
Merriam-Webster, Merriam-Webster's Collegiate Dictionary., Includes Index.,
Eleventh ed. Springfield, Mass.: Merriam-Webster, Inc., 2003.
Jamieson, Robert A. R.
Fausset, A. R. Fausset et al., A
Commentary, Critical and Explanatory, on the Old and New Testaments, On Spine:
Critical and Explanatory Commentary. Oak Harbor, WA: Logos Research
Systems, Inc., 1997.
Keil, Carl
Friedrich and Franz Delitzsch, Commentary
on the Old Testament. Peabody, MA: Hendrickson, 2002.
Knowles, Andrew. The Bible Guide, Include Index., 1st
Augsburg books ed. Minneapolis, MN: Augsburg, 2001.
Lange,
John Peter Philip Schaff, Carl Wilhelm Eduard
Nägelsbach et al., A Commentary on the
Holy Scriptures: Isaiah. Bellingham, WA: Logos Research Systems, Inc.,
2008.
Pfeiffer,
Charles F. Howard Frederic Vos and John Rea, The Wycliffe Bible Encyclopedia. Moody
Press, 1975; 2005.
Ryken, Leland,
Jim Wilhoit, Tremper Longman et al., Dictionary
of Biblical Imagery. Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 2000, c1998.
Ryrie, Charles C. Teologi
Dasar 1. Yogyakarta: Andi Offset, 1991.
Walvoord, John F., Roy B.
Zuck and Dallas Theologiical Seminary, The
Bible Knowledge Commentary: An Exposition of the Scriptures. Wheaton, IL:
Victor Books, 1983-c 1985.
Warren,
Baker, The Complete Word Study Dictionary
: Old Testament. Chattanooga, TN: AMG Publishers, 2003, c2002.
Widyapranawa, Tafsiran Alkitab: Kitab Yesaya Pasal 1 – 39,
Cetakan Pertama. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2003.
Wiersbe, Warren W. Be Comforted, An Old Testament Study. Wheaton,
III: Victor Books, 1996, c1992.
Young, Edward The Book of Isaiah: Volume I, Chapter 1-18.
Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1965.
INTERNET
Wikipedia, diambil dari https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/Remnant_(Bible)&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp.
Tanggal: 27 November 2019. Jam: 21.45 WIB.
Wikipedia, diambil dari https://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Remnant_(Adventist)&xid=17259,15700021,15700186,15700191,15700256,15700259,15700262,15700265,15700271,15700283&usg=ALkJrhiGGL1sRrWqlkvQTP1GyHIatraTVA.
Tanggal: 27 November 2019. Jam: 21.55 WIB.
[1] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi
Offset, 1991), 15.
[2] Inc Merriam-Webster, Merriam-Webster's Collegiate Dictionary., Includes
Index., Eleventh
ed. (Springfield, Mass.: Merriam-Webster, Inc., 2003).
[3] David Noel Freedman, The Anchor
Yale Bible Dictionary (New York: Doubleday, 1996,
c1992), 5:669.
[4] Andrew Knowles, The Bible Guide, Include Index., 1st
Augsburg books ed. (Minneapolis, MN: Augsburg, 2001), 280.
[5] Believer’s Study Bible, c 1991 Criswell Center for Biblical
Studies., electronic ed. (Nashville: Thomas Nelson, 1997, c1995), Is 10:12.
[6] Edward Young, The Book of Isaiah: Volume I, Chapter 1-18
(Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1965), 368.
[7] Warren W. Wiersbe, Be Comforted, An Old Testament Study (Wheaton,
III: Victor Books, 1996, c1992), Is 9:1.
[8] John F. Walvoord, Roy
B. Zuck and Dallas Theologiical Seminary, The
Bible Knowledge Commentary: An Exposition of the Scriptures (Wheaton, IL:
Victor Books, 1983-c 1985), 2:479.
[9] Ibid., 480.
[10] Widyapranawa, Tafsiran Alkitab: Kitab Yesaya Pasal 1 – 39,
Cetakan Pertama (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2003), 63.
[11] Ibid., 63-64.
[12] Leland Ryken, Jim Wilhoit, Tremper Longman et al., Dictionary of Biblical Imagery (Downers Grove, IL: InterVarsity
Press, 2000, c1998), 703.
[13] David Noel Freedman, The Anchor
Yale Bible Dictionary (New York: Doubleday, 1996, c1992), 5:669.
[14] Charles F. Pfeiffer, Howard Frederic Vos and John Rea, The Wycliffe Bible Encyclopedia (Moody
Press, 1975; 2005), 394.
[15] Geoffrey W. Bromiley, The
International Standard Bible Encyclopedia, Revised (Wm. B. Eerdmans, 1988;
2002), 4:130-134.
[16] Wikipedia, diambil dari
https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/Remnant_(Bible)&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp. Tanggal: 27 November
2019. Jam: 21.45 WIB.
[17] Wikipedia, diambil dari
https://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Remnant_(Adventist)&xid=17259,15700021,15700186,15700191,15700256,15700259,15700262,15700265,15700271,15700283&usg=ALkJrhiGGL1sRrWqlkvQTP1GyHIatraTVA. Tanggal: 27 November
2019. Jam: 21.55 WIB.
[18] Baker, Warren: The Complete Word
Study Dictionary : Old Testament (Chattanooga, TN : AMG Publishers, 2003,
c2002), S. 262.
[19] John Peter Lange, Philip Schaff, Carl Wilhelm Eduard Nägelsbach et al., A Commentary on the Holy Scriptures: Isaiah
(Bellingham, WA: Logos Research Systems, Inc., 2008), 156.
[20] Carl Friedrich Keil and Franz Delitzsch, Commentary on the Old Testament. (Peabody, MA: Hendrickson, 2002), 7:176-177.
[21] Edward Young, The Book of Isaiah:
Volume 1, Chapters 1-18 (Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans Publishing Co.,
1965), 368.
[22] Jon Courson, Jon Courson's Application
Commentary: Volume Two: Psalms-Malachi (Nashville, TN: Thomas Nelson,
2006), 359.
[23] Robert Jamieson, A.
R. Fausset, A. R. Fausset et al., A
Commentary, Critical and Explanatory, on the Old and New Testaments, On Spine:
Critical and Explanatory Commentary. (Oak Harbor, WA: Logos Research
Systems, Inc., 1997), 197.
[24] Donald C. Fleming, Concise Bible
Commentary, Also Published Under Title: The AMG Concise Bible Commentary
(Chattanooga, Tenn.: AMG Publishers, 1994, c1988), 250.
[25] George Buchanan Gray, A Critical
and Exegetical Commentary on the Book of Isaiah, IXXXIX, Series Title in Part
Also at Head of T.-P.; Commentary on Chapters I-XXVII Only; the Commentary on
Chapters XXVIII-XXXIX Which Had Been Assigned to G. B. Gray and on Chapters
XL-LXVI Which Had Been Assigned to A. S. Peake Was Not Completed. (New
York: C. Scribner's Sons, 1912), 203.
[26] Terry R. Briley, Isaiah, The
College Press NIV commentary (Joplin, MO: College Press Publishing.,
2000-c2004), 152.
🙏
BalasHapus