Konsep Sukacita Alkitabiah
Semasa sekolah, begitu menyenangkannya momen-momen seusai ujian berakhir. Serasa pikiran lebih ringan dan bebanpun hilang. Karena berhasil melalui masa-masa sukar perjuangan mengerjakan soal ujian yang begitu sulit. Itulah kebahagiaan yang dinanti-natikan.
Secara tidak sadar kondisi seperti inipun sering terjadi
dalam kehidupan dewasa kita. Seolah sudah membentuk system sendiri dalam pikiran
kita. Bahwa kebahagiaan itu bisa kita rasakan hanya bila kita sudah lepas atau
berhasil melewati setiap permasalahan hidup yang terjadi. Sukacita semacam ini
seperti menuntut syarat – dan apabila syarat tak terpenuhi, maka kitapun tak
akan mungkin merasakannya.
Apakah hal ini benar? Apakah kebahagiaan itu hanya bisa kita
dapatkan jika kita sudah selesai melewati permasalahan? Lalu bagaimana Alkitab
menjawab ini?
Melalui Paulus kita dapat mengerti kebenaran firman Tuhan. Di
tengah-tengah pergumulannya, Paulus mengalami sukacita: “sebagai orang berdukacita, namun senantiasa bersukacita” (2kor. 6:10).
Paulus menginginkan kondisi ini juga
dialami orang lain: “Semoga engkau
dikuatkan dengan segala kekuatan … untuk tabah menanggung segala sesuatu dengan
ketekunan dan sukacita” (Kol. 1:1). Berdasarkan pengenalan mengenai Kristus
dan Injil yang dimiliki Paulus, maka sukacitanya tetap dia rasakan meskipun di
tengah pergumulan. Sukacitanya tidak dihalangi oleh pergumulannya.
Sukacita Paulus terhadap jemaat Filipi (“Saudara-saudara yang kukasihi… sukacitaku dan mahkotaku,” 4:1) adalah
sukacita yang terus-menerus dirasakan di dalam Allah yang menggenapkan
tujuan-Nya di dalam jemaat (Aku sangat
bersukacita dalam Tuhan,” 4:10; bdk. 1:3-6). Di sini Paulus bersukacita
bukan karena kebutuhan pribadinya terpenuhi, melainkan karena ia tahu bahwa
Allah akan memberkati mereka atas
kemurahan hati mereka (4:10-19). Sukacita Paulus melampaui segala pergumulannya
– ancaman penderitaanya (1:12-30), ketegangan relasi dengan sesamanya (2:1-18;
4:2-4), dan kebutuhan finansialnya (4:10-19) – serta meneguhkan Paulus dan
pembacanya dalam menghadapi pergumulan yang terus melanda hidup mereka (1:6-30;
3:7-4:1).
Selanjutnya dalam 2 Korintus kita juga mengetahui pergumulan
Paulus yang mendalam justru menonjolkan sukacita yang diakibatkannya. Sesuai keresahan
yang Paulus rasakan atas misi Titus (2Kor. 2:13; 7:5), kegirangan Paulus
mencapai puncaknya saat mendegar laporan Titus. Salah satu alasannya adalah
kabar tentang kasih jemaat Korintus kepadanya (7:7). Akan tetapi, yang lebih
mengggembirakan Paulus adalah pertobatan mereka kepada Allah, di mana pembaruan
kasih mereka kepada Paulus merupakan salah satu tanda bukti (7:8-13; bdk.
13:9). Terlebih lagi, Surat Korintus ini begitu jelas menyatakan bahwa menurut
pemikiran Paulus, sukacita tidak harus
menunggu solusi dari konflik atau akhir dari pergumulan; sebaliknya, sukacita
dapat dialami di tengah-tengah konflik dan pergumulan. “Dalam segala kesesakan kami, sukacitaku meluap” (7:4).
0 Response to "Konsep Sukacita Alkitabiah"
Posting Komentar