Empat Hal Ini Membuktikan Keunikan Pernikahan Kristen

 

Photo by: Pixabay

Empat Hal Ini Membuktikan Keunikan

Pernikahan Kristen

PENDAHULUAN

Keluarga adalah lembaga sosial pertama yang dibentuk Allah bagi manusia yang terbentuk melalui sebuah pernikahan. Kejadian 2:18-25, menyatakan bahwa lembaga ini Allah dirikan bagi manusia sebelum jatuh ke dalam dosa. Dengan demikian, pernikahan adalah sesuatu yang baik di mata Allah. Menikah dan membangun sebuah keluarga bukanlah dosa. Bahkan pernikahan yang diadakan Allah bagi manusia bersifat kudus (Kej.1:22; Mat.19:5; Yoh.2:1-11). Pernikahan itu sendiri merupakan persekutuan kasih yang paling istimewa diantara manusia.

Meskipun binatang diciptakan Allah berpasang-pasangan; jantan-betina, namun pernikahan manusia melebihi itu semua. Manusia melebihi binatang dalam hal akal budi, kebebasan kehendak, bahasa, kesadaran diri sendiri, kesadaran akan Tuhan dan suara hati yang dapat membedakan mana yang baik dan yang jahat. Dasarnya ialah karena, “Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya; menurut gambar Allah dijadikan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka”, Kejadian 1:27. Fakta ini tidak ditemukan dalam ciptaan-ciptaan Allah yang lain.

Dengan demikian, nilai dari sebuah pernikahan Kristen adalah terletak pada “dasar” terjadinya pernikahan itu, yakni inisiatif dari Allah sendiri, bukan inisiatif manusia. Oleh karena itu, pernikahan bukan hanya antara dua pribadi manusia, namun juga adanya kehadiran Allah di dalamnya. Tujuan utama pernikahan Kristen bukanlah untuk memperoleh kebahagiaan, namun sebagai sarana untuk saling bertumbuh secara karakater, sehingga pada akhirnya serupa dengan Kristus. Sehingga sangat penting bagi setiap pasangan yang akan menikah memahami dasar teologis pernikahan. Hal ini perlu dimengerti, dihayati, dan dilakukan agar hidup pernikahan yang akan dijalani adalah sebuah pernikahan yang sesuai dengan rencana Allah.

Dengan demikian, dalam pernikahan Kristen terdapat keunikan yang tidak dapat ditemukan dalam pernikahan manapun, termasuk pernikahan yang diadakan oleh orang-orang di luar Kristen. Sehingga maksud artikel ini ditulis ialah untuk membuktikan bahwa pernikahan Kristen memiliki keunikan. Penulis akan mengungkapkan pembuktian tersebut dengan empat pokok pembahasan dalam bab selanjutnya.

 

ISI

1.      Pernikahan Tanpa Perceraian

Pernikahan dipahami sebagai “perjanjian” (Berith), pemahaman ini terdapat dalam seluruh kitab PL (cf. Kej.6:18; 15:18).[1] Maleakhi 2:14, mengatakan bahwa salah satu saksi dari sebuah perjanjian pernikahan adalah Allah sendiri. Atkinson menunjukkan bahwa sebuah perjanjian “memiliki kerangkan luar sosial dan legal, dan sebuah hati yang bersifat di dalam, yang perbusat pada hubungan pribadi.”[2] Hal ini sesuai dengan perjanjian pernikahan, pusatnya adalah hubungan pribadi dari kasih yang penuh komitmen.

Komponen perjanjian pernikahan terdapat dalam Kejadian 2:24 “… Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Ayat ini adalah jantung dari tujuan Allah bagi pasangan suami-istri dalam pernikahan mereka.[3]

Dalam menjawab pertanyaan orang-orang Farisi mengenai perceraian, Yesus mengulangi kata-kata ini sebagai penekanan dari sifat pernikahan itu sebagai perjanjian seumur hidup. Kata “bersatu” berarti “untuk mengikat bersama” atau “untuk melekatkan”. Yesus menekankan hakikat pernikahan yang tidak dapat diceraikan atau dipisahkan menurut ciptaan Allah sendiri.

Sebab itu Allah menentang adanya perceraian, “Janganlah orang tidak setia terhadap istri dari masa mudanya. Sebab Aku benci perceraian” (Mal.2:15-16). Merusak kepercayaan dengan pasangan berarti merusak perjanjian pernikahan.

 

2.      Pernikahan Heteroseksual

Berdasarkan Kejadian 1:26, Allah menciptakan “laki-laki dan perempuan” dengan perbedaan gender sebagai dasar hubungan mereka dalam pernikahan. Allah merancang pernikahan sebagai penyatuan heteroseksual. Allah menyediakan Adam “dengan penolong yang kebalikan dari dirinya dan bukan laki-laki yang lain … tetapi dengan istilah “isshah”, perempuan itu.[4] Hal ini merupakan penyatuan sebagaimana prokreasi dirancang.

Maka adanya homoseksualitas adalah penyimpangan dari maksud asli Allah bagi seksualitas manusia. Dalam Perjanjian Baru dengan tegas menentang tindakan homoseksual (cf. 1Kor.6:9 dan 1Tim.1:10). Konteks dari ayat-ayat tersebut adalah imoralitas orang-orang kafir.

Kejadian 2:24-25, mengandung prinsip utama dari pernikahan. Jika satu atau lebih dari prinsip-prinsip itu dilanggar, pasangan-pasangan akan mengalami masalah-masalah yang sangat mendalam, yang kemudian menuntut mereka masuk ke ruang konseling.

 

3.      Suami Mengasihi Istri dan Istri Tunduk Kepada Suami

Suami Mengasihi Istri. Kasih adalah tema dari perintah yang utama ketika PB berbicara tentang hubungan suami dan istri (Ef.5:21-33). Tuhan sendiri, perhatian-Nya dan kasih-Nya terhadap gereja digunakan sebagai contoh tentang kasih yang diharapkan dari seorang suami. Dengan demikian, pernikahan Kristen adalah gambaran relasi antara Kristus terhadap gereja-Nya, maka peran suami terhadap istri seharusnya adalah imitasi (meniru) dari peran Kristus terhadap gereja-Nya.

Dari Efesus 5:21-33, ada beberapa hal yang dapat dipelajari tentang peran suami. Alkitab jelas mengajarkan suami adalah kepala dan istri adalah tubuh. Perintahnya pun juga tegas bahwa suami harus mengasihi istri. Maka dalam kehidupan berkeluarga suami tidak boleh bersikap otoriter yang abusive yang tidak mempedulikan istrinya. Melainkan harus seperti Kristus, suami mengasihi istrinya dan menyerahkan diri bagi istrinya, serta mengasuh dan merawat seperti tubuhnya sendiri.

Konkritnya suami perlu menjadi pemimpin dalam aspek spiritual dan fisikal. Suami memiliki tanggungjawab utama membawa istri hidup bergaul dengan Allah dalam firman. Suami juga bertanggung jawab memberikan perlindungan rohani dengan berdoa senantiasa agar terhidar dari segala tipu daya Iblis. Salah satu implikasi konkrit adlah suami perlu berinisiatif untuk melakukan rekonsiliasi setiap kali ada konflik dengan istri, meskipun yang salah bukanlah suami (Ef.4:26-27). Karena seperti Kristus yang terus menerus berinisiatif mencari dan berdamai dengan gereja-Nya, demikian suami berinisiatif untuk rekonsiliasi.

Sedangkan dalam aspek fisikal, suami memiliki tanggung jawab untuk bekerja mencukupkan kebutuhan keluarga. Suami juga berperan menjaga istri dari berbagai bahaya fisik. Suami harus berada di garis paling depan, siap berkorban bagi istrinya. Kristus telah meneladankan hal tersebut saat Dia berkorban bagi gereja-Nya

Istri Tunduk Kepada Suami. Efesus 5:22, 24 mengatakan, “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu …” seringkali disalah pahami bahwa perintah ini merupakan sikap yang merendahkan kaum perempuan.[5] Tetapi apabila diperhatikan dengan seksama, perintah untuk isteri tunduk kepada suami tersebut sebenarnya sangat spesifik. Pertama, perintah itu hanya ditujukan dalam konteks relasi suami-istri. Kedua, istri hanya tunduk kepada suami sendiri. Ketiga, istri tunduk kepada suami bukan hanya dalam bagian tertentu, tetapi dalam “segala hal”.

Paulus mengajarkan kepada para istri untuk tunduk kepada suaminya, bukan karena Paulus seorang chauvinist yang selalu memandang rendah wanita, juga bukan karena budaya pada waktu itu yang menganggap wanita hanya sebatas ‘aset’. Melainkan, karena inilah rancangan (design) Allah yang ditetapkan sejak Kitab Kejadian. Wanita dicipta dari laki-laki dan untuk (penolong) laki-laki (1Kor.11:8-9).

Ada dua sikap yang perlu dimiliki oleh istri untuk memahami perintah Allah tersebut. Pertama, istri harus menerima dengan sukacita bahwa design Allah adalah yang terbaik bagi kehidupannya sebagi istri. Sikap tunduk kepada suami hanya mungkin dilakukan oleh istri yang “menaruh pengharapannya kepada Allah” (1Ptr.3:5). Kekuatan ini muncul natural dari relasi dengan Allah melalui doa dan firman., tanpa itu tidak ada istri yang mampu tunduk pada suami dengan sukarela, terlebih sukacita. Kedua, prinsip istri tunduk kepada suami hanya terbatas apabila keputusan suami membuat istri melakukan apa yang dilarang firman Tuhan. Di luar itu, Paulus memerintahkan istri untuk tunduk dalam segala hal. Istri perlu mendukung dan mengkonfirmasi setiap keputusan suami sebagai kepala keluarga, taat sebagaimana gereja taat terhadap Kristus.


4.      Pernikahan Sebagai Tempat Saling Melayani

Dalam Efesus 5:21-33 keunikan pernikahan Kristen kembali disebutkan, yakni pernikahan sebagai tempat saling melayani. Kata saling dalam KBBI diartikan sebagai kata untuk menerangkan perbuatan yang saling berbalas-balasan. Jadi, suami dan istri harus saling berbalasan dalam melayani. Tetapi bukan dipahami jika istri melakukannya terlebih dahulu baru suami membalasnya, atau sebaliknya. Tetapi keduannya harus menyadari bahwa itu adalah perintah dalam janji pernikahan mereka. Untuk dapat melakukan hal ini, baik suami atau istri, keduanya harus menaruh pikirannya pada Kristus yang telah lebih dahulu memberikan keteladanan untuk melayani.

Selanjutnya dalam ayat 21 dikatakan supaya saling merendahkan diri satu sama lain, dalam konteks ini adalah hubungan sebagai suami-istri dalam pernikahan. Inilah kunci bagi suami ataupun istri untuk saling melayani, mereka terlebih dahulu harus bisa merendahkan diri satu sama lain. Apabila suami tidak menganggap dirinya paling utama dan begitu juga istri dan keduanya saling menghargai serta tidak mengedepankan ego dipastikan suami dan istri mampu melayani satu sama lainnya. Inilah rahasia kebahagiaan kehidupan keluarga yang telah dijelaskan dalam pernikahan Kristen.

 

Kesimpulan

Pernikahan Kristen berbeda dengan pernikahan pada umumnya. Firman Tuhan telah menyingkapkan rahasia tentang keunikan pernikahan Kristen. Keempat keunikan tersebut juga menjadi kunci kebahagiaan bagi hubungan pernikahan Kristen. Keempat hal itu yakni; Pertama, pernikahan tanpa perceraian. Dalam pernikahan Kristern tidak ada perceraian sampai maut memisahkan. Sebab Allah menentang perceraian. Kedua, pernikahan heteroseksual. Sejak awalnya Allah merancang pernikah itu antara lawan jenis yaitu laki-laki dan perempuan. Ketiga, suami mengasihi istri dan istri tunduk kepada suami. Kristus sebagai gambaran dari keunikan ini. Kristus telah memberikan contoh seperti yang dilakukan-Nya bagi gereja. Keempat, saling melayani. Kerendahan hati satu sama lain adalah dasar awal untuk saling melayani dalam pernikahan.

  

Daftar Pustaka

Daugherty, Billy Joe. 2001. Pernikahan Yang Kokoh. Jakarta: Yayasan Media Buana Indonesia.

Atkinson, D. 1999. The Message of Genesis 1-11. Bible Speak Today. Downers Grove: InterVasity,

McDonald. 1996. Creating a Sucsessful Christian Marriage. Baker: Grand Rapids.

Gangel, Kenneth. (1977). “Toward a Theology of Marriage and Family, Journal of Psychology and Theology 5.

Prince, Derek. 2001. Suami dan Ayah. Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel.

 

 



[1] Billy Joe Daugherty, Pernikahan Yang Kokoh (Jakarta: Yayasan Media Buana Indonesia, 2001), hlm. 20.

[2] D. Atkinson, The Message of Genesis 1-11 (Bible Speak Today; Downers Grove: InterVasity, 1999), hlm.38.

[3] McDonald, Creating a Sucsessful Christian Marriage (Grand Rapids: Baker, 1996), hlm.37.

[4] Kenneth Gangel, “Toward a Theology of Marriage and Family, Journal of Psychology and Theology 5 (1977) 56.

[5] Derek Prince, Suami dan Ayah (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, 2001), hlm.44.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Empat Hal Ini Membuktikan Keunikan Pernikahan Kristen"

Posting Komentar