Apakah Hukum Taurat Relevan Untuk Masa Kini?
Photo by: Pixabay
HUKUM TAURAT
I.
Pengertian
Taurat/Torah
Istilah “Taurat” berasal dari bahasa
Ibrani hr'AT (Tôrâ), yang berarti
“pengajaran”, “penuntun”, “petunjuk”, “perintah”, “hukum”.[1]
Kata hr'AT (Tôrâ) berasal dari akar
kata hry (yrh - bentuk
hifil), yang berarti “menuntun”, “mengajar” dan “mencetuskan”.[2]
Istilah ini berkaitan erat dengan beberapa istilah bervariasi yang muncul dalam
Perjanjian Lama. Zimmerli melihat keterkaitan istilah tora dengan mispatim
(hukum-hukum atau undang-undang), huqqot (ketetapan-ketetapan), miswot
(perintah-perintah) dan berit (perjanjian).[3]
Preuss menambahkan kata edot (peringatan-peringatan) dan kata debarim
(firman atau perkataan-perkataan).[4]
Gerhard von Rad juga melihat keterkaitan Taurat dengan istilah yang lain, yakni
sedaqa (kebenaran atau keadilan). Dengan membandingkan Ulangan 4:8 (saddiqim)
dengan Mazmur 19:10 (sadequ) dan Mazmur 119:7 (sideqeka),
Gerhard von Rad menyatakan bahwa Taurat adalah bukti kebenaran tentang
kesetiaan Allah dalam persekutuan-Nya dengan Israel.[5] Dalam
Septuaginta, Taurat adalah terjemahan dari kata nomos yang berarti
“ajaran” dan “hukum” (Kel. 24:12). Kata nomos banyak dijumpai dalam
Septuaginta dengan istilah entole (perintah, ketetapan, peringatan),
yang lebih umum digunakan untuk menerjemahkan kata miswa (Kej. 26:5); prostagma
(ketetapan, perintah) sering diterjemahkan dari kata hoq (Kej. 26:5;
Kel. 18:16); dan dikaiwma sebagai terjemahan dari kata mispat (Kel.
21:1).[6]
Dalam tradisi Yudaisme, Torah (dalam
arti Pentateukh) mengandung/berisi 613 mitzvot
(mitzvoth artinya perintah). 613
perintah itu terbagi atas 248 perintah positif dan 365 perintah negatif.
365 berhubungan dengan jumlah hari menurut solar sistem dan 248 (menurut
kepercayaan waktu itu) merupakan jumlah tulang atau organ penting dalam tubuh
manusia. Seorang rabi, dokter dan filsuf Yahudi bernama Maimonides (1135-1204
M) membuat daftar 613 perintah yang harus dilakukan dan yang tidak boleh
dilakukan.
II.
Asal-Usul
Taurat/Torah
Ajaran seperti itu diberikan oleh
para bapak, atau orang bijaksana yang menyapa murid-muridnya dengan sebutan
'anak' (Ams 3:1; 6:23; 7:2;
13:14), atau oleh para ibu (Ams 1:8; 6:20; 31:26).
Kata-kata yang sejajar adalah mutsar,
'petunjuk'; khokhma, 'kebijaksanaan';
dan khususnya mitswa, 'perintah'.
Tetapi kebanyakan pengajaran itu berasal bukan dari manusia, melainkan dari Allah.
Torah tidak pernah digunakan bila menggambarkan komunikasi langsung antara
Allah dan manusia. Sebab itu dalam cerita Kejadian tidak banyak dijumpai
(kecuali Kej. 26:5).
Torah diberikan oleh Allah, tetapi melalui perantara-perantara manusia seperti
Musa, para imam, para nabi atau hamba Tuhan (Yes 42:4).
Sejak permulaan istilah torah
digunakan untuk menggambarkan ajaran mengenai suatu hal, keputusan-keputusan
yang diambil untuk memecahkan soal yang musykil. Contoh yang baik ditemukan
dalam Hagai 2:11-13,
di mana ditanyakan keputusan para imam mengenai soal ketahiran. Keputusan para
imam, petunjuk mereka bagi tingkah laku umat disebut torah, 'ajaran'.
Tugas untuk memberi petunjuk-petunjuk
macam itu dipercayakan kepada para imam oleh Allah (Mal. 2:6-7),
dan oleh sebab itu keputusan-keputusan mereka mempunyai kekuatan ilahi.
Keputusan-keputusan yang penting berlaku Iebih lama dari pada peristiwa yang
menjadi sebab lahirnya keputusan itu. Keputusan-keputusan itu dipelihara oleh
umat yang hidupnya dikuasai oleh keputusan tersebut. Tradisi lisan pada
akhirnya mengumpulkan keputusan-keputusan tersebut menjadi kesimpulan ajaran
yang diperkenalkan oleh para imam, yang bukan hanya menjadi perantara dari
keputusan-keputusan ilahi itu, tetapi mereka juga menjadi penerus
keputusan-keputusan tersebut kepada angkatan berikutnya.
Pada waktunya kumpulan-kumpulan torah
itu dituliskan. Himpunan petunjuk untuk upacara-upacara keagamaan atau hal-hal
lain, juga disebut sebuah torah, sering dalam bentuk tunggal, walaupun bentuk
jamak juga dijumpai. Torah yang tertulis seperti itu dijaga oleh para imam di
tempat kudus (Ul. 31:24-26).
Pada akhir perkembangan ini segenap Pentateukh (lima Kitab Musa) atau bahkan
seluruh PL dikutip sebagai 'torah itu'. Jadi ajaran ilahi adalah bagian dari
tugas imam-imam, tetapi sementara memberikan ajaran ilahi para imam juga
menunaikan tugas nabi, karena kekuasaan dari torah mereka bersandar pada wahyu.
Jadi para nabi sering juga memberikan torah (Yes. 1:10; 8:16, 20;
30:9-10). Ini tidak berarti bahwa sebelum
nabi-nabi abad 8 sM bersuara, tidak ada torah; Hosea 8:12 secara
jelas menyebut himpunan torah yang tertulis.
Pada umumnya kita dapat mengatakan bahwa teguran-teguran para nabi bagi pendengarnya yang mula-mula, tiada nilainya bila sebelumnya tidak ada torah yang diketahui dengan baik maupun diterima umum kekuatannya. Sama seperti nabi-nabi menyampaikan pemberitaan mereka dalam bentuk puitis berirama, ajaran ilahi nampaknya sering mempunyai kerangka puitis yang tetap, yang pasti dianjurkan untuk lebih mullah diingat orang. Dalam Keluaran 21:12 dab sebagai contoh, ada sederetan ayat yang masing-masing terdiri atas 3-2 tekanan metris, dan semuanya berakhir dengan 'pastilah ia dihukum mati'. Dengan cara yang sama kita baca dalam Ulangan 27:15 dab dua belas baris, masing-masing dengan empat tekanan, dan semua dimulai dengan 'Terkutuklah orang yang ... Dasa Titah dan pasangan-pasangannya di bagian kitab lainnya (Kel. 20:1-17; Ul. 5:6-21; Kel. 34:1-26) menunjukkan bentuk yang lebih berkembang, di mana pertimbangan-pertimbangan metris tidak lagi memainkan peranan penting.
III.
Hakikat
Taurat
Sering
terjadi perdebatan dalam kalangan teolog mengenai hakikat dari Taurat.
Kebingungan dan kesalahmengertian ini muncul karena adanya perubahan-perubahan
yang menentukan di dalam pemahaman mengenai Taurat, misalnya ketika kata Ibrani
Torah diterjemahkan ke dalam kata
Yunani nomos di dalam Septuaginta;
yang kemudian di dalam Vulgata diterjemahkan menjadi lex, yang adalah asal dari kata law
dalam bahasa Inggris (hukum terjemahan Indonesia). Kata lex, bukanlah terjemahan yang memadai dari kata nomos (Yunani).
Kata nomos pun bukan terjemahan yang
memadai dari kata Torah.[7]
Perubahan-perubahan ini menunjukkan adanya jangkauan pengertian Taurat yang luas
dan bukan sekedar hukum dalam pengertian yuridis seperti tradisi pemahaman
selama ini.
Para
ahli mempunyai pendapat yang sama mengenai hakikat Taurat. Bagi Preuss, Taurat
tidak hanya berisi norma-norma kemanusiaan, tetetapi juga berisi pengakuan dan
penjelasan tentang kehendak Allah. Taurat tidak hanya menjadi sifat khusus dari
umat yang telah dibebaskan dari perbudakan dan dipilih Allah, tetetapi juga
pada saat yang sama menekankan tanggung jawab mereka untuk senantiasa menjadi
bangsa yang kudus di hadapan Allah. Sebab firman-Nya, “Kuduslah kamu, sebab
Aku, TUHAN, Allahmu, kudus” (Im. 19:2).[8]
Eichrodt mengatakan bahwa Taurat adalah pengungkapan kehendak Allah yang
bersifat menyelamatkan.[9]
Nada yang hampir sama juga dikemukakan oleh Dyrness bahwa pemberian hukum
Taurat oleh Allah di Sinai adalah merupakan bagian dari pemberian diri Allah
sendiri kepada umat-Nya dalam perjanjian dan menyatakan maksud kasih
karunia-Nya.[10]
Dari sudut etika Perjanjian Lama (dogma), Bruce mengatakan bahwa hukum-hukum
itu tidak lain sebagai pengungkapan sifat dan hakikat Allah yang telah memilih
dan berjanji kepada umat-Nya.[11]
Dari
penelitian istilah-istilah di atas menunjukkan bahwa arti dan hakikat Taurat
bukan semata-mata hukum dalam pengertian legalistis. Taurat adalah adalah
kehendak Allah yang menyelamatkan. Berbagai ketetapan, peraturan dan hukum itu
merupakan aspek praktis dari keselamatan, keadilan dan kebenaran Allah yang
dinyatakan kepada umat Israel melalui peristiwa-peristiwa penyelamatan Allah
seperti pembebasan dari Mesir, pemeliharaan di padang gurun dan pemberian tanah
Kanaan. Karena itu, apabila kita berbicara tentang berbagai ketetapan,
peraturan dan hukum, kita sedang berbicara tentang jaminan dan keselamatan dari
Allah. Keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan
yang lain.
APAKAH HUKUM
TAURAT MASIH RELEVAN
Bagi saya; hukum Taurat masih
relevan sampai masa kini dalam pemahaman yang benar.
Penghargaan tertinggi terhadap Taurat seperti pada
masa pembuangan dan sesudah pembuangan justru merupakan kebalikan dari sikap
gereja dewasa ini. Apa yang kita saksikan ialah gereja yang kurang menaruh
perhatian terhadap Taurat. Ada banyak penyebab munculnya sikap seperti itu,
antara lain: kurangnya pengetahuan tentang arti dan hakikat Taurat yang
sebenarnya; hukum Taurat hanya dipahami sebatas sepuluh firman; hukum Taurat
dipahami sebagai hukum dalam konteks yuridistik dan yang hanya berlaku bagi
umat Israel secara legalistis; rasa takut dan mungkin juga rasa malu karena
hukum Taurat langsung kena-mengena dengan kehidupan konkret sehari-hari.
Di samping itu, banyak orang beranggapan bahwa hukum
Taurat tidak lagi berlaku masa kini dengan alasan: Pertama, Taurat sudah digenapi dalam kematian dan kenagkitan Yesus.
Pada hal Yesus sama sekali tidak pernah menghapuskan semua peraturan, ketetapan
dan hukum itu; Kedua, gereja
beranggapan bahwa hukum-hukum itu tidak lagi relevan dengan pemberitaan dan
pelayanan masa kini. Benar bahwa sebagian besar peraturan, ketetapan dan hukum
itu sudah tidak relevan lagi jika kita melihat isinya secara hurufiah atau dari
masalah yang dibicarakan, karena memang peraturan dan hukum-hukum itu dibuat
dalam konteks dan kebutuhan pada masanya. Misalnya, peraturan makanan yang
haram dan yang halal (Ul. 14:3-21; Im. 11:1-23), tentu tidak lagi relevan
dengan jenis makanan dan cara makan yang ada di tengah-tengah kita.[12]
Menurut Baenabas Ludji, perlakuan yang tidak adil
terhadap hukumhukum itu adalah merupakan pemahaman yang tidak proporsional dan
telah mempengaruhi sikap gereja terhadap Taurat. Misalnya, gereja terlalu
jarang memberitakan atau membacakan berbagai peraturan, ketetapan dan hukum
yang terdapat dalam Perjanjian Lama.[13]
Beberapa gereja di Indonesia memang masih menghargai
hukum Taurat. Akan tetetapi hukum itu hanya sebatas sepuluh firman yang dibaca
dalam ibadah. Berbagai peraturan, ketetapan dan hukum yang menyangkut kehidupan
sosial-ekonomi, sosial-politik, pergaulan, keluarga, pemimpin, keadilan dan
kebenaran sangat jarang dibacakan. Pemberlakuan yang tidak proporsional ini
mengakibatkan pemberlakuan disiplin gerejawi akhirnya terabaikan. Sementara
dekadensi moral, sinkritisme, ketidakadilan dan ketidakbenaran juga semakin
mengancam kehidupan gereja masa kini. Inilah salah satu tantangan bagi Gereja
untuk menjelaskan inti hukum Taurat bagi warga jemaat, yakni keselamatan,
kasih, keadilan dan kebenaran Allah.
[1] Word Analysis. Bible
Works. CD-ROM, version 7, 2006; Francis Brown, S.R. Driver and Charles
A. Briggs (BDB), A Hebrew and English Lexicon of The Old Testament (Oxford:
Clarendon Press, 1978), h. 434, 435; George Arthur Buttrick (ed.), The
Interpreter’s Dictionary of the Bible (IDB) (New York: Abingdon
Press, 1962), h. 77.
[2] B. Davidson, The Analytical Hebrew and Chaldee Lexicon (London:
Samuel Bagster and Sons Limited, 1966), h. DCCLIII; Francis Brown, S.R. Driver
and Charles A. Briggs (BDB), A Hebrew and English Lexicon of The Old
Testament (Oxford: Clarendon Press, 1978), h. 434, 435, 1064.
[3] Walther Zimmerli, Old Testament Theology in Outline (Edinburgh: T
& T Clark, 1978), h. 112, 113.
[4] Horst Dietrich Preuss, Old Testament Theology, Vol. I (Edinburgh:
T&T Clark, 1991), h. 81.
[5] Gerhard von Rad, Old Testament Theology, Vol. I (New York &
London Harper & Row,
1962), h. 196.
[6] Buttrick (ed.), The Interpreter’s Dictionary of the Bible (IDB),
h. 77.
[7] G. Kittel & G. Friedrich, Theological Dictionary of the New
Testament, Vol. 10 (Grand Rapids: Wm. Eerdmans Publishing, 1964-1976), h.
1046.
[8] Horst Dietrich Preuss, Old Testament Theology, h. 81
[9] Walther Eichrodt, Theology of The Old Testament, Vol. I (London:
SCM Press, 1961), h. 92
[10] William Dyrness, Tema-Tema dalam Teologi Perjanjian Lama (Malang:
Gandum Mas, 2001), h. 109.
[11] W.S. Bruce, The Ethics of The Old Testament (Edinburgh: T&T
Clark, 1960), h. 24.
[12] Barnabas Ludji, Berteologi Dalam Anugerah (Jakarta: STT Cipanas,
1997), h. 52.
[13] Ibid, 53-54
Shalom bapak, ibu dan saudara/i yang dikasihi oleh Tuhan. Apakah ada diantara bapak, ibu maupun saudara/i yang pernah mendengar tentang Shema Yisrael dan V'ahavta? Kalimat pernyataan keesaan YHWH ( Adonai/ Hashem ) dan perintah untuk mengasihiNya yang dapat kita temukan dalam Ulangan/ דברים/ Devarim 6 : 4 - 5 yang juga pernah dikutip oleh Yeshua/ ישוע/ Yesus di dalam Injil khususnya dalam Markus 12 : 29 - 31( juga di Matius 22 : 37 - 39 dan Lukas 10 : 27 ), sementara perintah untuk mengasihi sesama manusia dapat kita temukan dalam Imamat/ ויקרא/ Vayikra 19 : 18. Mari kita pelajari cara membacanya satu-persatu seperti yang akan dijabarkan di bawah ini :
BalasHapusUlangan/ דברים/ Devarim 6 : 4 - 5, " שְׁמַ֖ע יִשְׂרָאֵ֑ל יְהֹוָ֥ה אֱלֹהֵ֖ינוּ יְהֹוָ֥ה ׀ אֶחָֽד׃. וְאָ֣הַבְתָּ֔ אֵ֖ת יְהֹוָ֣ה אֱלֹהֶ֑יךָ בְּכׇל־לְבָבְךָ֥ וּבְכׇל־נַפְשְׁךָ֖ וּבְכׇל־מְאֹדֶֽךָ׃. "
[ Cara membacanya dengan mengikuti aturan tata bahasa Ibrani yang berlaku, " Shema Yisrael! YHWH [ Adonai ] Eloheinu, YHWH [ Adonai ] ekhad. V'ahavta e YHWH [ Adonai ] Eloheikha bekol levavkha uvkol nafshekha uvkol me'odekha ]
Imamat/ ויקרא/ Vayikra 19 : 18, " וְאָֽהַבְתָּ֥ לְרֵעֲךָ֖ כָּמ֑וֹךָ. "
[ Cara membacanya dengan mengikuti aturan tata bahasa Ibrani yang berlaku, " V'ahavta l'reakha kamokha " ]
Untuk artinya dapat dilihat pada Alkitab LAI.
Diucapkan juga kalimat berkat seperti ini setelah diucapkannya Shema
" . בָּרוּךְ שֵׁם כְּבוֹד מַלְכוּתוֹ לְעוֹלָם וָעֶד. "
( Barukh Shem kevod malkuto, le'olam va'ed, artinya Diberkatilah Nama yang mulia, KerajaanNya untuk selamanya )
🕎✡️🐟🤚🏻👁️📜✍🏼🕯️❤️🤴🏻👑🗝️🛡️🗡️🏹⚖️⚓🕍✝️🗺️🌫️☀️🌒⚡🌈🌌🔥💧🌊🌬️❄️🌱🌾🍇🍎🍏🌹🍷🥛🍯🦁🦅🐂🐏🐑🐎🦌🐪🕊️🐍₪🇮🇱